'Kalau Saya Terus-terusan Nangis, gimana Nasib Anak Saya'

'Kalau Saya Terus-terusan Nangis, gimana Nasib Anak Saya'
Primaningrum menemani Balqis, anaknya, bersepeda. Foto: SEKARING RATRI/JAWA POS

Prima mengungkapkan, mengajar Balqis akan sesuatu yang baru memakan waktu, tenaga, dan pikiran. Tidak jarang pula menguras emosi.

Dia menjelaskan, untuk melatih Balqis membikin minum sendiri, sudah tidak terhitung berapa gelas yang pecah. Bahkan, ada proses yang memakan waktu lebih lama dari biasanya.

”Ini simpel buat kita. Tapi, saya itu pernah melatih dia menjemur handuk, itu sulitnya bukan main. Saya stres, dia juga kesulitan. Sampai seminggu akhirnya dia bisa menjemur handuk sendiri,” ceritanya.

Namun, bagi Prima, tingkat stres saat melatih Balqis di rumah tidak seberapa jika dibandingkan dengan ketika putrinya itu harus berhadapan dengan dunia luar.

Kali pertama Prima mengajak Balqis berjalan-jalan di mal, putrinya tersebut justru tantrum. Dia kerap menangis tak keruan.

Hingga suatu saat perempuan kelahiran Surabaya itu sempat terpikir untuk berhenti mengajak Balqis mengunjungi pusat perbelanjaan.

”Tapi, kemudian saya sadar. Saya coba terapkan ke diri saya sendiri. Saya bayangkan kalau saya tidak bisa melihat apa pun, lantas mendengar suara keramaian orang yang cukup banyak, saya pasti juga kebingungan. Akhirnya saya kayak diingetin. Dia kan tidak melihat yang ada di sekitarnya,” papar Prima.

Sejak saat itu, sebelum memasuki mal, Prima akan menjelaskan bagaimana kondisi di dalamnya. Dia juga tidak berhenti menggambarkan apa pun suara yang didengar dan ditanyakan Balqis.

SETIAP orang tua, tentu tidak mudah untuk menerima kenyataan bahwa bayi yang baru terlahir ternyata tunanetra. Dibutuhkan proses tertentu hingga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News