Kamala
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
jpnn.com - Kamala Harris, wakil presiden Amerika Serikat, dielu-elukan sebagai ikon baru politik di Negeri Paman Sam, karena dia menjadi wanita pertama yang berhasil menduduki posisi politik tertinggi selama 245 tahun masa kemerdekaan AS.
Kamala dilantik mendampingi Joe Biden sebagai presiden pada Januari tahun ini.
Sebuah kemenangan politik historis dicapai oleh Kamala. Dia bukan sekadar perempuan pertama yang mampu menjadi wapres. Namun, dia sekaligus perempuan pertama dari keturunan etnis minoritas yang mampu mencapai jabatan tertinggi.
Kamala ada blasteran dari ibu berkebangsaan India dan bapak dari Afrika.
Kisah Kamala adalah kisah sukses seperti mimpi. Kedua orang tuanya lahir di luar Amerika, lalu menjadi imigran dan mengajar di sebuah universitas. Dalam tempo satu generasi, pasangan imigran itu bisa melahirkan seorang anak perempuan yang menjadi wakil presiden.
Sayangnya, bulan madu politik berlangsung sangat singkat. Sebuah survei nasional yang dipublikasikan (19/8) menunjukkan bahwa 55 persen pemilih Amerika Serikat menganggap Kamala tidak layak menjadi presiden.
Dari jumlah itu 47 persen menilai Kamala sangat tidak layak, dan delapan persen menganggapnya tidak layak. Dari seribu responden yang diwawancarai 14 persen menyebut Kamala layak menjadi presiden, dan 29 persen menganggapnya sangat layak menjadi presiden.
Buruknya persepsi pemilih terhadap Kamala terjadi karena dia dianggap menjadi bagian dari kegagalan Amerika dalam penanganan krisis Afghanistan.
Konon Kamala Harris malah memperburuk situasi. Ia ikut-ikutan menghilang selama seminggu terakhir terjadinya krisis.
- Indonesia Merapat ke BRICS, Dubes Kamala Tegaskan Sikap Amerika
- Ngebet Usir Imigran, Donald Trump Bakal Kerahkan Personel Militer
- Trump Bakal Menghukum Petinggi Militer yang Terlibat Pengkhianatan di Afghanistan
- Joe Biden Izinkan Ukraina Pakai Rudal Jarak Jauh AS untuk Serang Rusia
- Medali Debat
- Pemerintahan Sederhana