Kampanye Pemilu di Australia: Jarang Ada Spanduk, Lebih Menjual Kebijakan

"Dan langsung anjlok dukungannya dalam survei politik," ujar Profesor Edward.
"Dan itu akhirnya berakibat dia diganti partainya karena dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai orang yang mengingkari janjinya."
Namun para calon di Australia dan Indonesia menurut Profesor Edward mengalami tantangan yang sama dalam menjangkau masyarakat yang tidak peduli terhadap politik.
"Saya kira secara umum, di setiap negara selalu ada kelompok masyarakat yang terdidik, yang menaruh perhatiannya secara lebih serius pada dunia politik," ujarnya.
"Sedangkan ada juga sebagian masyarakat yang mungkin karena pendidikannya kurang atau karena dari segi kelas sosial sosialnya dia tidak mempunyai pengalaman untuk bagaimana mengerti dunia politik, itu selalu ada di setiap negara."
Dari sisi tingkat partisipasi pemilu, jumlah warga Indonesia yang memilih dalam pemilu tahun 2024 lalu lebih besar, yakni mencapai 204,8 juta.
Sementara menurut Australian Electoral Commission, setara KPU di Indonesia, jumlah warga Australia yang memenuhi syarat untuk memilih pada 31 Desember 2024 adalah 18,3 juta orang.
Professor Edward mengatakan Australia mewajibkan warganya untuk memilih, jika tidak maka akan dijatuhi hukuman denda, sehingga memaksa warga yang "alergi politik" untuk terlibat dalam proses demokrasi.
Gaya kampanye politisi di Australia lebih menjual kebijakan dan program yang akan mereka lakukan jika nanti terpilih
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif
- Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?
- Benci Tapi Rindu Asing: Tradisi Lama Warisan Orde Baru?
- Hasil Babak Grup Piala Asia U-17 2025: Indonesia dan Uzbekistan Digdaya, Australia Apes
- Lady Gaga Bakal Gelar Konser di Australia Akhir Tahun Ini
- Dunia Hari Ini: Tiongkok Akan 'Melawan' Tarif yang Diberlakukan Trump
- Dunia Hari Ini: Serangan Israel Tewaskan 32 Warga Gaza dalam Semalam