Kampung-Kampung yang Penduduknya Banyak Menikah Siri (1)

Jadi 'Pelaku', Pak RT Tak Takut Masuk Penjara

Kampung-Kampung yang Penduduknya Banyak Menikah Siri (1)
KONSULTASI : Amir (kiri), yang menikah empat kali tanpa buku nikah, sedang berkonsultasi mengenai pengurusan pembuatan buku nikah kepada Somadi, Kaur Kesra Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Foto : JUNAEDI/RADAR CIREBON/JPNN
 

"Saat ini, banyak anak di Sinarancang yang belum punya akta kelahiran karena pengurusannya terganjal syarat mutlak, yakni buku nikah kedua orang tua," tambahnya.

 

Kisah tentang pentingnya akta kelahiran itu juga dituturkan Rusmadi, warga Sinarancang. Dia menceritakan, suatu ketika kakaknya yang bernama Tasma ingin menyekolahkan anaknya ke sebuah SMK di Mundu. "Karena syarat masuk ke SMK itu harus menyertakan akta kelahiran, kakak saya sampai harus menikah ulang agar mendapat buku nikah. Saat itu, biaya menikah ulang mencapai Rp 600 ribu," ujarnya. "Selanjutnya, buku nikah itu digunakan mengurus akta kelahiran anaknya," imbuhnya.

 

Caca menambahkan, sebenarnya dirinya pernah mengusulkan kepada KUA di Kecamatan Mundu agar mengadakan nikah masal, khusus bagi warga yang belum mencatatkan pernikahannya. Tapi, saat itu dia mendapat jawaban mengecewakan. Alasannya, belum ada anggaran. "Saya kasihan kepada anak-anak di desa kami. Kalau orang tuanya tak punya buku nikah, problemnya bukan hanya tak bisa sekolah. Tapi, juga tak bisa melamar kerja," katanya.

 

Menanggapi adanya RUU yang akan memidanakan para pelaku nikah siri, Caca mempertanyakan apakah aturan tersebut juga berlaku bagi pelaku nikah siri yang menikah sebelum ada RUU. "Kalau menikah siri sebelum UU berlaku, lalu dipidana, itu jelas tidak adil," tegasnya.

Ada beberapa kampung atau desa yang sebagian besar penduduknya menikah siri hingga bertahun-tahun dan beranak-pinak. Bagaimana kelak jika RUU yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News