Kanjuruhan Mangindaan
Oleh: Dahlan Iskan
jpnn.com - SAYA selalu ingat Mangindaan. Khususnya terkait dengan tragedi Kanjuruhan Malang. Yakni ketika pangkat E.E. Mangindaan masih kolonel.
Jabatannya masih komandan Korem Surabaya. Ia tentara yang cinta sepak bola, luar dalam.
Ia tidak menggunakan sepak bola untuk pansos. Darah dagingnya memang sepak bola.
Ia menghayati pemain bola itu kebanyakan dari keluarga miskin. Ia juga tahu persis bagaimana orang itu kalau sudah gila bola. Mereka bisa menggadaikan celana untuk menonton bola.
Juga bisa mencegat truk untuk menuju stadion secara gratis. Kadang truk itu ternyata berbelok ke arah lain. Lalu cari truk berikutnya.
Hari itu Persebaya lawan PSM Makassar. Di Stadion 10 November Surabaya. Itu mirip Persebaya vs Arema sekarang.
Pintu stadion jebol. Tempat duduk tidak cukup. Antara tribun dan pagar lapangan padat dengan penonton dadakan. Barisan paling depan menempel di pagar.
Di sekeliling lapangan. Pagar pun doyong. Desakan dari penonton yang baru masuk membuat yang di depan terjepit antara pagar dan desakan dari belakang.
Tragedi Kanjuruhan. Satu-satunya bahasa yang harus digunakan di lapangan bola adalah bahasa bola. Jangan yang lain, apalagi gas air mata.
- Persis Vs Persebaya: Ada Kabar Buruk dari Bajol Ijo
- Reaksi Arne Slot Seusai Membawa Liverpool Melaju ke Final Piala Liga Inggris
- Piala Liga Inggris: Liverpool Melaju ke Final Setelah Menghancurkan Tottenham Hotspur
- Kalau Persis Solo Seperti Ini, Persebaya Bisa Sengsara
- Seorang Polisi Viral Gegara Adu Mulut dengan Sopir Pikap di Tol Kramasan, Ini yang Terjadi
- Pakan eGibran