Kantor Yayasan N7W Fiktif
Investigasi Tim Dubes RI di Swiss soal Vote Komodo
Kamis, 03 November 2011 – 04:56 WIB

Kantor Yayasan N7W Fiktif
"Komodo itu sensitif terhadap manusia," ujarnya kepada Jawa Pos. Oleh sebab itu, pakar berusia 69 tahun berharap agar keberadaan Komodo tidak asal dijadikan terkenal. Baginya, mencari status "keajaiban" justru bisa menjadi bumerang kalau tidak dilakukan dengan benar seperti hanya untuk mendatangkan wisatawan.
Dia berharap, agar tidak ada lagi pola mempromosikan Komodo yang berakhir pada perdebatan panjang. Mantan Pembantu Rektor Universitas Udayana itu mengatakan, jika Komodo adalah simbol bangsa. Jangan sampai dirusak oleh organisasi yang tidak jelas dan hanya mencari keuntungan sesaat.
Putra menambahkan, kalau sekarang rakyat benar-benar meminta bukti rupiah yang dikeluarkan untuk SMS, lebih baik untuk konservasi. Bukan untuk mendapatkan gelar yang ujung-ujungnya tidak ada jaminan keberlangsungan hidup Komodo tetap langgeng. "Apalagi, dana penelitian untuk mempertahankan Komodo selama ini saya dapat dari Jepang," jelasnya.
Konsultan kebun binatang yang memiliki koleksi Komodo itu lantas menceritakan percobaan TNK dijadikan mass tourism sekitar 1994. Saat itu, ada satu tempat dimana Komodo bisa diberi makan oleh wisatawan. Namun, hal itu justru mengubah hewan langka itu menjadi manja.
JAKARTA - Polemik terkait upaya membawa Pulau Komodo menjadi pemenang di The New Seven Wonders of the World (N7W) terus berlanjut. Kemarin (2/10),
BERITA TERKAIT
- Hari Kedua Tes PPPK Tahap 2, Jangan Sepelekan Peringatan Profesor Hukum
- BAZNAS dan Ulama Palestina Perkuat Kerja Sama untuk Palestina
- InJourney Hadirkan Tarian Nusantara di TMII, Diikuti 500 Anak Dari Sabang Sampai Merauke
- Minta Eksepsi Aipda Robig Zaenudin Ditolak, JPU Tegaskan Dakwaan Sudah Sah dan Cermat
- KPK Periksa Komisaris PT Inti Alasindo Energy Terkait Kasus Korupsi PGN
- Eks Staf Ahli Pertanyakan Proses Laporan Dugaan Suap Pimpinan DPD RI ke KPK