Kapal Api
Oleh Dahlan Iskan
Tentu ia ingin tahu teknologi pabrik kopi di negara maju. Ia buka Encyclopedia Americana. Diketahuilah mesin kopi yang paling modern di Eropa. Dengan kapasitas goreng 500kg/jam. Dengan kualitas goreng yang sempurna. Menggunakan angka-angka indikator yang terukur.
Sudomo pengin sekali punya mesin itu. Ia lapor bapaknya. Kaget. Begitu mahal. "Kita bisa bangkrut nanti," komentar spontan sang ayah.
Seperti selalu diingat Sudomo. Diucapkan kembali saat Sudomo jadi pembicara utama. Di HUT pertama DI's Way Februari lalu.
Sudomo ambil tanggung jawab. Ia cari pinjaman bank. Ia akan mati-matian melunasi kredit itu.
Waktu itu Kapal Api memang sudah waktunya harus lebih besar. Kalau bertahan dengan pabriknya yang di Jalan Kenjeran Surabaya akan begitu-begitu saja. Seperti juga merek kopi lainnya.
Pabrik di Kenjeran itu luasnya hanya 2.000 meter persegi. Tidak ada lagi tempat untuk mesin baru. Yang kecil-kecil itu. Yang memakan banyak tempat itu.
Mesin baru bikinkan Jerman itu pun harus ditempatkan di pabrik baru. Maka ia beli tanah murah di luar Kota Surabaya. Di pinggir jalan arah menuju Krian. Yang sawahnya sering tenggelam di musim hujan.
Sejak menggunakan mesin baru itulah Kapal Api melejit. Lalu beli mesin lagi. Lebih modern lagi. Lebih besar lagi.