Kapan Israel Tinggal Sejarah?

Kapan Israel Tinggal Sejarah?
Kapan Israel Tinggal Sejarah?
PENDUDUK menyerbu toko roti dan sembako. Mumpung ada gencatan senjata “setengah hati” yang berlaku saban tiga jam. Tapi, ya ampun, isi toko banyak yang kosong melompong. Maklum, sudah hampir satu purnama tutup semenjak serangan ke Gaza. Tak ayal, ancaman bahaya kelaparan menjadi mimpi buruk di Gaza. Stok makanan menipis. Listrik padam karena pasokan solar terputus. Infrastruktur hancur lebur, dan roda perekonomian berhenti.

Israel santai saja, sembari menata serangan gelombang baru. Lagi pula, bujet perang tak berarti dibandingkan keuntungan ekspor perhiasan  intan Israel. Negeri yang tidak punya tambang intan ini memang kreatif. Mereka impor intan dengan harga murah dari banyak negara, dan menjadikannya perhiasan, kemudian menjualnya dengan harga yang berpuluh kali lipat.

Gangguan suplai minyak belum signifikan. Harga minyak merayap naik sedikit. Israel yang kaya devisa masih bisa membelinya dari negara lain.

Tetapi mengapa Israel ogah belajar dari kasus serbuan AS ke Irak pada 2003 lalu? Kala itu, kemampuan konsumsi penduduk negeri adidaya itu terpuruk. Banyak orang memilih menyimpan duit di bawah kasur, sambil berdoa semoga perang cepat usai. Begitulah, laporan berita-berita internasional yang terekam pada saat itu.

Saat itu, pasar mobil ciut 400 ribu menjadi 16,3 juta unit setahun. Industri mobil menjadwal ulang skala produksi dan membatalkan belanja iklan seperti dilakukan Nissan Motor Corporation. Industriawan memilih menunda membeli barang produksi dan ekspansi.

Textron inc, produsen pesawat terbang, helikopter dan komponen industri lainnya, hanya bisa menjual 220 Cessna, produksi mereka dari tadinya 250 setahun. Idemdito dengan raksasa komputer, Hewlet-Packard.

Perekonomian AS sangat terpukul. Padahal baru dua tahun, ekonomi beranjak pulih setelah dipukul oleh berbagai skandal dan serangan teroris. “Perang Irak meningkatkan pengangguran dari 14% tahun 2002 menjadi 20% pda 2003,” ujar Ethan Harris, ekonom pada Lehman Brothers di New York,

AS memang negeri yang sangat kuat, dan, paling kaya. Tapi justru dibangun di atas triliunan dolar tabungan warga negara AS  di luar negeri, dan sebagian besar di Eropa, dan ada juga di Asia termasuk Indonesia. Neraca perdagangan AS defisit US$ 500 miliar, lebih banyak impor dibanding eskpor. Sangat tergantung pada pasar luar negeri, baik ekspor maupun mengimpor bahan baku. Tak pelak, hubungan bisnis global AS sangat suram.

PENDUDUK menyerbu toko roti dan sembako. Mumpung ada gencatan senjata “setengah hati” yang berlaku saban tiga jam. Tapi, ya ampun, isi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News