Kapitalis Tani

Kapitalis Tani
Dahlan Iskan dan istri (berkaus mereh) bersama Dr Sugeng Edi Waluyo (dua dari kiri) dan Hanjar al Gontori (kanan). Foto: disway.id

Tiap masuk kerja ia harus naik mobil 2 jam ke Solo. Ia tidak menjabat apa-apa lagi di Universitas 11 Maret tetapi banyak yang diurus di Solo.

Saat saya ke desanya itu terlihat rumah pedesaan yang berbentuk joglo. Itulah rumahnya.

Ia juga membangun rumah penelitian di seberang rumahnya itu. Ada kandang sapi modern, proses pengolahan kompos, instalasi biogas, dan kolam-kolam lele di atas tanah.

Kolam lelenya 8 buah. Bentuknya lingkaran-lingkaran. Garis lingkaran itu 3 meter. Dinding kolamnya plastik yang disangga kerangka besi. Setiap kolam berisi 4.000 lele.

Dari wajahnya saya mengira Dr. Edi ini seorang Tionghoa. Inilah orang Jepara yang paling mirip Tionghoa.

"Saya asli Jawa,” ujarnya seusai salat Jumat dengan saya. Isteri dan anaknya pun berjilbab.

Penelitian Dr. Edi itu sampai pada kesimpulan: lembaga tani itu harus perseroan terbatas. Ia pun menyusun desertasi soal kelembagaan ini. Jadilah Edi doktor pertama di ilmu kelembagaan.

Ia tahu hasil penelitiannya itu akan sulit diterapkan. ”Perseroan terbatas itu kesannya kan kapitalis,” ujar Dr Edi.

Penelitian Dr. Edi itu sampai pada kesimpulan: lembaga tani itu harus perseroan terbatas. Ia pun menyusun desertasi soal kelembagaan ini. Jadilah Edi doktor pertama di ilmu kelembagaan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News