Karena Gaya Hidupnya, Melissa Hampir Tidak Merasakan Imbas Kenaikan Harga di Australia

"Kami ingin supaya rumah kami hemat energi," kata Melissa.
Dia mengatakan semua ini membutuhkan modal setidaknya A$40,000 atau Rp407 juta, namun kini sudah balik modal.
"Memang sulit untuk memulainya tanpa ketekunan, tapi kalau sudah memulai, semuanya perlahan menjadi lebih mudah," katanya.
"Sekarang kami bisa menghemat A$10,000 (Rp101 juta) sampai A$12,000 (Rp122 juta) dari tidak menggunakan banyak bensin, listrik dan mengonsumsi buah dan sayur yang ditanam sendiri."
Tidak berhenti di sana, keluarga Melissa juga membeli pakaian bekas, meminjam mainan untuk anaknya Kieran dari perpustakaan, dan membuat perabotan dari materi yang tidak terpakai.
Keuntungan terkikis namun tetap lebih baik
Serupa dengan Melissa, warga Indonesia lainnya di Australia Selatan, Nila Osborne juga merasakan keuntungan dari memiliki kebun sendiri.
Sejak pindah dari Alice Springs, Australia Utara di tahun 2016, Nila membawa kebiasaan berkebun dia dan suaminya ke Adelaide.
"[Di kebun saya] ada lemon, limau, tomat tapi sudah mati karena musim dingin, serai, cabe yang pasti, selada tapi sudah habis, kemangi, dan rempah lain seperti parsley," kata Nila.
Di tengah naiknya harga bahan makanan dan bensin di Australia, keluarga Melissa Weckert mengaku hampir tidak terdampak
- 'Nangis Senangis-nangisnya': Pengalaman Bernyanyi di Depan Paus Fransiskus
- Perjalanan Jorge Mario Bergoglio Menjadi Paus Fransiskus
- Paus Fransiskus, Pemimpin Gereja Katolik yang Reformis, Meninggal Dunia pada Usia 88 tahun
- Dunia Hari Ini: PM Australia Sebut Rencana Militer Rusia di Indonesia sebagai 'Propaganda'
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia