Karena Silet, Hary Tanoe Terancam Dibui
Selasa, 30 November 2010 – 18:59 WIB
JAKARTA - Pimpinan MNC Group, Hary Tanoesoedibyo, terancam penjara maksimal lima tahun dan denda satu miliar, terkait tayangan infotainment Silet yang dinilai tak patuh terhadap teguran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ini setelah KPI melaporkan Harry Tanoe ke Bareskrim Mabes Polri, selaku pimpinan lembega penyiaran yang menayangkan program infotainment yang dipandu Fenny Rose itu.
"KPI sesuai dengan tugas dan kewenangannya, meneruskan laporan (dan pengaduan) dari masyarakat kepada kepolisian, tentang program dari salah satu lembaga penyiaran. Program Silet, ya, saya sebut pada kepolisian," ujar Ketua KPI, Dadang Rahmat Hidayat, di Bareskrim Mabes Polri, Selasa (30/11).
Dikatakan, dalam kasus ini, Hary Tanoe terancam pasal 36 ayat 5 Undang-Undang No 32 tahun 2002 junto pasal 57 Undang-Undang Penyiaran. Ini terkait tayangan Silet mengenai letusan Merapi, yang dinilai mengandung unsur kebohongan dan meresahkan publik. Dalam aturannya, tambah Dadang, yang harus bertanggung jawab dalam kasus itu adalah pimpinan televisi yang menayangkan.
"UU Penyiaran menyebutkan bahwa yang bertanggung jawab terhadap isi siaran adalah penanggung jawabnya. Dalam hal ini adalah pimpinan dari badan hukum itu, dari lembaga penyiaran itu. (Jadi) yang bertanggung jawab adalah pimpinan lembaga penyiaran," tambahnya.
JAKARTA - Pimpinan MNC Group, Hary Tanoesoedibyo, terancam penjara maksimal lima tahun dan denda satu miliar, terkait tayangan infotainment Silet
BERITA TERKAIT
- Partisipasi Kelompok Rentan dalam Demokrasi Belum Optimal, Setara Institute Gelar Workshop di Sulsel
- BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan ke Ahli Waris Kru tvOne yang Meninggal Kecelakaan di Tol Pemalang
- KOPRI Dorong Adanya Ruang Aman untuk Perempuan dan Anak di Tempat-Tempat Ini
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang
- Kabel Udara di Jakarta Semrawut, Ongen Sangaji Usulkan Pembentukan Pansus di Komisi A
- Tokoh Masyarakat Banten Minta PSN PIK 2 Jangan Dipolitisasi