Karma Politik Golkar yang Faksional

Karma Politik Golkar yang Faksional
Karma Politik Golkar yang Faksional

Mungkin, itu sebabnya Golkar setelah era reformasi mencoba merapat ke dalam pemerintahan. Setidaknya bisa bergantung kepada "bapak angkat", sebutlah Presiden Yudhoyono, yang justru punya partai sendiri yakni Partai Demokrat.

Tapi sayangnya JK hanya seorang Wapres, dan Aburizal hanya seorang Menko Kesra yang belum tentu duduk di kabinet baru. Kedudukan JK dan Aburizal tentu saja tak sekokoh kekuasaan Soeharto sebagai presiden, yang bahkan di-back up oleh semua departemen dan ABRI. Yudhoyono pun tentu lebih mementingkan Partai Demokrat dibanding Golkar.

Repotnya, karma faksional tersebut akan merembes ke berbagai DPD I dan DPD II. Di Sumatera Utara misalnya, kepemimpinan Ali Umri sebagai Ketua Umum DPD Partai Golkar Sumatera Utara mulai didongkel, karena ia adalah pendukung Surya Paloh, rival Aburizal. Gejala yang sama menjalar ke berbagai DPD II kabupaten dan kota di Sumatera Utara.

Jangan-jangan gejala serupa akan bergaung di seantero tanah air. Hal ini mengingatkan kita, untuk apa sebenarnya orang mendirikan partai politik? Untuk kepentingan elit tertentu dan para pendukungnya, atau untuk kepentingan kedaulatan rakyat yang terjelma dalam partai, dan akhirnya ke eksekutif dan legislatif?

SATU "penyakit" partai politik di Indonesia adalah berkecamuknya faksional. Sikap kultural bangsa Indonesia, yang katanya penuh ramah-tamah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News