Karma Politik Golkar yang Faksional
Selasa, 13 Oktober 2009 – 10:29 WIB
Apa boleh buat, sejak masa 1908, berdirinya berbagai organisasi dan partai di Indonesia memang gemar pecah-belah. Serikat Islam (SI) terbelah menjadi SI Merah dan Putih. PNI juga pecah menjadi PNI dan PNI (Pendidikan Nasional Indonesia). Partai Sosialis juga terbelah dua.
Sikap faksional itu juga menimpa Masyumi dengan keluarnya NU. Bahkan menular ke PPP di saat sebagian tokohnya mendirikan PBR (Partai Bintang Reformasi). Beberapa partai nasionalis juga berdiri dan keluar dari PDIP. PKB juga pecah. Ada PKNU atau juga pengikut Gus Dur yang tak mendukung kepemimpinan Muhaimin Iskandar.
Inikah karma politik? Entahlah. Tetapi, nasib sebuah partai politik sudah pasti lebih ditentukan para tokoh, kader dan massanya. Barangkali, ego kelompok dan paradigma yang perlu diredakan, dan melihat kepentingan partai yang lebih besar.
Cobalah "berdamai" dengan diri sendiri, seraya menegosiasikan berbagai pemikiran dan kehendak dengan sesama teman separtai politik. Musuh kita bersama, Belanda, sudah jauh! (*)
SATU "penyakit" partai politik di Indonesia adalah berkecamuknya faksional. Sikap kultural bangsa Indonesia, yang katanya penuh ramah-tamah
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi