Kasus Dugaan Gratifikasi Kaesang: Independensi Hukum di Tengah Dekadensi Moral, Etika, dan Integritas

Oleh: DR. I Wayan Sudirta, S.H, M.H - Anggota Komisi III DPR RI

Kasus Dugaan Gratifikasi Kaesang: Independensi Hukum di Tengah Dekadensi Moral, Etika, dan Integritas
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Dr. I Wayan Sudirta. Foto: Dokumentasi pribadi

Berdasarkan logika tersebut, gratifikasi yang diterima Kaesang tersebut masih dalam tahap penetapan sebagai gratifikasi yang kemudian dilaporkan.

APH kemudian dapat menelusuri apakah gratifikasi tersebut diberikan dengan maksud untuk memberi fasilitas dan kemudahan sehingga berpengaruh kepada Pejabat Penyelenggara Negara.

Untuk kemudian membuktikannya sebagai tindak pidana korupsi, APH perlu juga menelusuri keuntungan atau benefit apa yang diterima oleh si pemberi Gratifikasi dari Pejabat Penyelenggara tersebut.

Oleh sebab itu, penerimaan Gratifikasi oleh Kaesang perlu dibuktikan lebih lanjut mengenai apa yang didapatkan oleh pemberi Gratifikasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Walaupun telah ada keterangan dan pembuktian dari berbagai data yang telah dilaporkan atau diberitakan tersebut, namun pembuktiannya harus dilakukan oleh APH secara prosedural.

Namun begitu, APH (khususnya KPK) kini harus memberikan jawaban dan pertanggungjawaban publik bahwa KPK telah bertindak secara independen dan netral.

Hal ini akan menjadi tolok ukur kemampuan KPK dalam memonitor dan menciptakan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Publik tentu akan menunggu tindak lanjut dari KPK.

Selain itu, peristiwa gratifikasi ini juga mengingatkan kita pada persoalan etika yang mencuat pada saat Pemilu lalu.

Kaesang kemudian telah datang dan memberikan penjelasan kepada publik bahwa dirinya mendatangi KPK untuk memberikan keterangan soal dugaan gratifikasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News