Kasus Hukum juga Jadi Alat Tekan Kada
Jumat, 19 Agustus 2011 – 08:58 WIB
JAKARTA - Kepala daerah kedepan diperkirakan masih akan banyak mendapat tekanan dari pusat. Tidak hanya dari sisi politik, kasus hukum para raja kecil di daerah tersebut juga berpotensi digunakan sebagai alat untuk mem-presure. Seperti diketahui, PPATK pada Juni 2011 lalu, mencatat adanya 1.135 transaksi oleh bendahara daerah, 379 transaksi dilakukan bupati, serta 339 transaksi oleh pejabat Pemda lainnya. Ketua PPATK Yunus Hisein juga sempat mengungkapkan, salah satu praktik yang mencurigakan adalah penyalahgunaan dana alokasi umum (DAU) yang ditampung di rekening pribadi, kerabat, dan bahkan diperuntukkan untuk membangun sebuah usaha.
Aliansi LSM untuk Advokasi Pembangunan Daerah mengungkap, publikasi temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang transaksi mencurigakan yang melibatkan kepala daerah dan keluarganya, beberapa waktu lalu, menjadi salah satu indikasi. "Potensi kepala daerah diganggu secara politik maupun hukum memang cukup besar," ujar Direktur Advokasi Seven Strategic Studies Robikin Emhas, saat memberikan keterangan pers, di Jakarta, kemarin (18/8).
Dia menegaskan, gangguan terhadap kepala daerah itu tentu lebih ditujukan untuk menekan. "Ujung-ujungnya, sudah pasti ini akan mengganggu kinerja kepala daerah bersangkutan," tandasnya.
Baca Juga:
JAKARTA - Kepala daerah kedepan diperkirakan masih akan banyak mendapat tekanan dari pusat. Tidak hanya dari sisi politik, kasus hukum para raja
BERITA TERKAIT
- Partisipasi Kelompok Rentan dalam Demokrasi Belum Optimal, Setara Institute Gelar Workshop di Sulsel
- BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan ke Ahli Waris Kru tvOne yang Meninggal Kecelakaan di Tol Pemalang
- KOPRI Dorong Adanya Ruang Aman untuk Perempuan dan Anak di Tempat-Tempat Ini
- Bamsoet Minta Polri Jerat Bandar Narkoba Dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang
- Kabel Udara di Jakarta Semrawut, Ongen Sangaji Usulkan Pembentukan Pansus di Komisi A
- Tokoh Masyarakat Banten Minta PSN PIK 2 Jangan Dipolitisasi