Kasus Kembar Siam Kembali Marak, Tanda Siklus Lima Tahunan?
70 Persen Bayi Perempuan
Berdasar data yang terekap, mulai 1975 hingga 2013 RSUD dr Soetomo telah menangani 57 kasus kembar siam. Dari jumlah itu, yang non-survive atau tidak dapat dipertahankan 29 kasus. Kasus terbanyak adalah thoraco abdominopagus atau dempet dada-perut. Di antara 57 kasus tersebut, ada 37 kasus dempet dada-perut.
Hingga kini, penyebab kembar siam tidak diketahui dengan pasti. Namun, beberapa faktor diduga menjadi penyebab bayi terlahir kembar siam.
Anggota tim kembar siam RSUD dr Soetomo dr Poerwadi SpBA menjelaskan pembuahan sel telur oleh sel sperma hingga memungkinkan terjadinya kembar siam. Pembuahan itu akan berkembang ke proses blastosis. Jika terjadi trauma dari luar, segumpal daging tersebut bisa pisah sama sekali. Diduga, pemisahan yang tidak sempurna itu lalu menyebabkan kembar siam. "Apa yang menyebabkan pemisahan itu tak sempurna, ya wallahu a'lam," ujarnya. Seharusnya pada hari ke-10-14 sudah terjadi pemisahan, namun pada kasus bayi kembar siam keduanya tetap lengket dan tak terjadi pemisahan yang sempurna.
Diduga, salah satu penyebabnya adalah saat hamil sang ibu terpapar radiasi atau gelombang elektromagnetik. Menurut dia, jika asupan gizi sang ibu cukup saat mengandung, dia akan bertahan dari paparan gelombang elektromagnetik tersebut. Namun, jika gumpalan daging itu lemah dan terkena paparan, pemisahan menjadi tidak sempurna.
Poerwadi mengungkapkan, hampir 90 persen kasus kembar siam terjadi pada masyarakat kurang mampu yang notabene belum mendapat akses pelayanan kesehatan maksimal. Biasanya, mereka memilih untuk memeriksakan kandungan ke bidan sehingga kondisi janin tidak diketahui apakah kembar siam atau normal. Ada yang tahu bahwa bayinya kembar, namun tidak tahu kalau ternyata kembar siam.
Orang tua yang memiliki garis keturunan kembar juga berpotensi melahirkan anak kembar, baik kembar siam atau bukan. Lantas, bagaimana upaya pencegahan kembar siam?
Poerwadi menjelaskan, lebih baik orang tua yang tengah mengandung rutin memeriksakan kondisi janin ke dokter. Terutama melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Lebih baik lagi jika melakukan USG 4D karena bisa menangkap gambar janin lebih jelas jika dibandingkan dengan USG biasa. "Dengan USG 4D, bisa dideteksi dini janin kembar siam atau tidak. Bahkan, apakah nanti bayi tersebut bisa survive atau tidak," tutur dia.
Menurut dia, jika memang bayi yang akan dilahirkan memiliki peluang sangat kecil untuk survive, lebih baik tidak dilahirkan. Namun, tentu saja keputusan tersebut didasarkan pada etik medik. Nah, dengan USG 4D, akan diketahui peluang survive atau tidaknya janin. "Kalau janin sudah bernyawa, memutuskannya susah," ungkapnya. Karena itu, alangkah lebih baik jika tiap rumah sakit daerah memiliki tim untuk mendeteksi kelainan bawaan kembar siam sejak dini.
TAHUN ini kasus kembar siam kembali marak. Hingga akhir Juli saja, RSUD dr Soetomo sudah menangani enam kasus. Mengapa kasus kembar siam melonjak?
- Tom Lembong Diperiksa Kejagung Hari Ini
- Akademisi dan Guru Besar Sebut Kasus Mardani Maming Sangat Minim Fakta Hukum
- Bupati Konsel yang Copot Camat Baito Pembela Guru Supriyani Bisa Dipidana, Ini Serius!
- Bahlil Lahadalia Dapat Tugas Khusus dari Presiden Prabowo
- Prabowo & Ridwan Kamil Makan Malam Bersama, Ini yang Dibahas
- Perdana di Indonesia, Teknologi Frax Pro Mampu Atasi Acne Scar hingga Stretch Mark