Kasus OSO, Yusril Ihza Mahendra: KPU Sudah Kalah 2-0

Kasus OSO, Yusril Ihza Mahendra: KPU Sudah Kalah 2-0
Yusril Ihza Mahendra. Foto: dok.JPNN.com

Mengenai pertimbangan yang menyertakan tahun, Yusril menganggap itu tidak bisa diberlakukan surut. Putusan MK berlaku sejak dibacakan. Dengan demikian, ketika putusan muncul di tengah proses pemilu, eksekusi tidak bisa dilangsungkan karena Yusril menganggap proses pendaftaran telah berakhir.

Pada saat hampir bersamaan, Rabu kemarin KPU menggelar focus group discussion (FGD) yang dihadiri sejumlah ahli hukum tata negara. Para ahli tersebut dimintai saran bagaimana sebaiknya KPU bersikap dalam menindaklanjuti putusan MA yang membatalkan PKPU 26/2018. FGD tersebut juga sempat membahas putusan PTUN.

Ketua KPU Arief Budiman menegaskan, pihaknya belum memiliki sikap apa pun atas putusan MA maupun PTUN. ’’Sebab, sampai hari ini kami belum menerima salinan putusannya secara resmi,’’ katanya seusai FGD. Meski, tim hukum KPU yang hadir dalam sidang sudah membuat catatan-catatan.

Rekomendasi yang disampaikan para ahli hukum akan menjadi kajian KPU. Setelah itu, KPU merumuskan sikap yang akan diambil dan dijalankan. ’’Termasuk bagaimana agar putusan itu tidak punya problem hukum di belakang hari,’’ tambahnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menyarankan KPU untuk mengikuti tata urutan hukum yang tertinggi di Indonesia. Dalam hal ini, putusan MK menjadi aturan hukum tertinggi di antara tiga produk hukum yang ada. Kedudukannya setara dengan UU. Bahkan dalam beberapa hal lebih tinggi karena MK berwenang membatalkan UU.

Menurut dia, KPU tinggal memilih putusan yang ada. ’’Ini ada dua pilihan. Mengikuti MA atau MK,’’ terangnya. Bila mengabaikan putusan MK, KPU akan dikatakan mengabaikan UUD 1945. Sebab, MK adalah lembaga yang menafsirkan konstitusi. Karena itu, dia menyarankan KPU untuk mengikuti putusan MK.

Feri menyatakan, sikap itu tidak berarti KPU mengabaikan putusan hukum lain. ’’Kalau ada pertanyaan apakah KPU mengabaikan putusan MA dan PTUN, jawabannya tidak mengabaikan. KPU hanya mengikuti putusan MK,’’ jelasnya.

Bila memang ada pertentangan antara putusan MA dan MK, itu merupakan urusan kedua lembaga. KPU cukup mengikuti putusan MK. ’’Karena kalau KPU coba mengikuti putusan PTUN dan MA, baru ada pengabaian (terhadap UUD 1945),’’ tutur Feri. Sebab, UUD menjadi dasar penyelenggaraan negara.

KPU dihadapkan pada pilihan sulit pasca keluarnya putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatan Oesman Sapta Odang alias OSO.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News