Kasus Patrialis Akbar Goyang Ketua MK

Kedua, mantan narapidana dapat mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada). Pada 9 Juli 2015, MK mengabulkan permohonan agar pasal 7 huruf g UU nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada dibatalkan.
Hal itu tertuang dalam putusan MK nomor 42/PUU-XII/2015.
Ketiga, larangan jaksa mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap putusan berkekuatan hukum tetap.
Pada akhir Desember 2015, MK mengabulkan permohonan dari Anna Boentaran, istri Djoko D Tjandra, buronan dalam perkara skandal korupsi cessie (hak tagih) Bank Bali.
Dalam putusannya, MK menyatakan jaksa penuntut umum tidak bisa mengajukan PK atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Keempat, mantan terpidana (korupsi) dapat mengikuti pilkada di Aceh. Pada 23 Agustus 2016, MK mengambulkan gugatan Abdullah Puteh terhadap pasal 67 ayat (2) huruf g UU nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Kelima, penghapusan pidana permufakatan jahat dalam perkara korupsi. Pada 7 September 2016, MK mengabulkan seluruh gugatan terkait penafsiran "pemufakatan jahat" yang diajukan Setya Novanto, yang sedang dalam proses penyelidikan di Kejagung.
Pemohon mengajukan uji materi pasal 15 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
Buntut dari kasus suap yang menjerat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar belum tuntas, kini MK dicoreng lagi dengan persoalan yang
- Jasa Jokowi dan DPR Besar untuk Koruptor, Puluhan Napi Harusnya Berterima Kasih
- Perubahan Mendadak di LP Sukamiskin, Ada Setnov, Patrialis
- Ketua MK Bantah Melanggar Kode Etik
- Patrialis Terbukti Terima Rasuah, Waketum PAN Bicara Hikmah
- Terbukti Terima Rasuah, Patrialis Tetap Merasa Tak Bersalah
- Terbukti Terima Rasuah untuk Umrah, Patrialis Diganjar 8 Tahun Penjara