Kasus Timah, Saksi Ahli Soroti Pihak yang Berwenang Menyatakan Kerugian Negara
jpnn.com - JAKARTA - Sidang lanjutan dugaan korupsi kasus timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/11) menghadirkan ahli hukum keuangan negara Dian Puji Simatupang.
Dian hadir sebagai saksi ahli meringankan terdakwa eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Helena Lim.
Dalam pemaparannya Dian mengatakan bahwa pihak yang berwenang melakukan, menilai, dan menghitung kerugian negara dalam perkara dimaksud adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 23E ayat 1 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan turunannya Pasal 10 ayat 1 UU 15 Tahun 2006 Tentang BPK.
"BPKP hanya diberi fungsi menghitung kerugian negara, itu juga dalam rangka pengendalian intern pemerintah. Jadi, melakukan identifikasi, pencegahan dalam rangka mencegah pemberosan efektivitas terhadap penggunaan APBN," ujar Dian di hadapan majelis hakim.
Dia berpendapat hanya BPK yang berwenang sebagai lembaga untuk melakukan perhitungan kerugian negara. BPKP tidak dapat melakukannya.
"Kalau dicari seluruh peraturan perundangan, tidak ada satu pun lembaga kecuali BPK, di pasal 10 ayat 1. BPK berwenang menilai kerugian negara akibat perbuatan hukum atau kelalaian di keuangan negara, APBN, APBD, dan seluruh pengolahan negara lainnya," ucapnya.
Dian lantas menjabarkan BPKP memiliki fungsi yang tertuang di dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 Tentang SPIP.
Saksi ahli meringankan terdakwa Mochtar dan Helena menyoroti pihak yang berwenang menyatakan kerugian negara pada kasus timah.
- Sidang Korupsi Timah: Suparta Diberi Pidana Tambahan, Penasihat Hukum Minta Dipertimbangkan
- Terdakwa Suparta Sebut Penerimaan Negara Triliunan dari Kerja Sama PT Timah dengan Swasta
- Sidang Korupsi Timah, Harvey Mois Mengaku Tidak Pernah Menikmati Rp 271 Triliun
- Bea Cukai Madura Musnahkan Rokok dan Miras Tanpa Pita Cukai Senilai Rp 49,1 Miliar
- Bea Cukai Amankan Jutaan Barang Ilegal & Cegah Kerugian Negara Selama 2024
- Pengamat Sebut Kasus Timah Rp 300 Triliun Harus Diselesaikan dengan UU Lingkungan Hidup