Katanya Jaksa Fokus Asset Recovery, kok Malah Tuntut Mati Terdakwa ASABRI?
jpnn.com, JAKARTA - Tuntutan hukuman mati dalam kasus mega korupsi PT Asabri terhadap terdakwa Heru Hidayat menuai respons dari berbagai pihak.
Salah satunya adalah pakar hukum dari Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Fatahillah Akbar.
Akbar menegaskan bahwa jaksa telah terjebak pada frasa ‘keadaan tertentu’ dalam kasus korupsi PT Asabri, dan hal tersebut menjadi sangat penting untuk dipertanyakan.
Pasalnya tindak pidana korupsi yang dituduhkan pada Heru Hidayat tidak dalam kondisi darurat seperti bencana nasional atau krisis moneter.
“Dalam kasus Heru Hidayat pertanyaan terbesarnya adalah apakah terpenuhi ‘keadaan tertentu’. Padahal kasus PT Asabri ini ada kaitannya dana bencana, krisis, dan dana penanggulangan korupsi.” ujar Akbar kepada wartawan.
Sehingga menurutnya pasal tersebut tak dapat diterapkan di kasus ini.
Selain itu kata dia, jika dijatuhkan tuntutan mati Heru seyogyanya tidak perlu lagi membayar uang pengganti yang dibebankan padanya.
“Pada dasarnya kalau fokus utama jaksa adalah aset recovery, maka seharusnya tidak memilih tuntutan pidana mati”, katanya.
Tuntutan hukuman mati dalam kasus mega korupsi PT Asabri ditentang banyak pakar hukum
- Ada Kabar Buruk Bagi Koruptor, tetapi Angin Segar Buat Masyarakat
- Soroti Kasus Timah, Pakar Hukum Sebut Kerugian Ekologis Tak Bisa Jadi Bukti Korupsi
- Korupsi Rp 4,48 Miliar, Koruptor Ini Cuma Dituntut 18 Bulan Penjara
- Ahli Hukum: Kejagung Harus Buktikan Kerugian Negara Rp 300 Triliun di Kasus Korupsi Timah
- Tahun Baru 2025, Harapan Baru Masyarakat untuk Pemerintah Pemberantasan Korupsi
- Terdakwa Pembunuhan Mahasiswi di Aceh Dijatuhi Hukuman Mati