Katanya Jaksa Fokus Asset Recovery, kok Malah Tuntut Mati Terdakwa ASABRI?
Sebelumnya, mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menegaskan, solusi dari persoalan hukuman mati yang kontroversial dalam tindak pidana korupsi PT Asabri adalah dengan memaksimalkan hukuman penahanan atau penjara seumur hidup. Bahkan bila ada di dalam hukum positif Indonesia, kalau perlu para koruptor itu dipenjara 100 tahun saja, namun tidak ada opsi untuk hukuman mati dalam penegakan hukum terkait kasus tipikor.
“Masih banyak opsi penghukuman lain. Detail setiap kasus korupsi dalam hal persekongkolan kelompok dan peran siapapun harus dituntaskan. Tidak ada pembenaran penjara penuh, restorative justice dan lainnya. Kalau mau sustain memberantas korupsi, tidak ada cara lain kecuali dengan pendekatan kompleks yang mengadili siapapun, besar atau kecil yang dicuri. Jadi bukan dengan pendekatan hukuman mati agar orang berhenti korupsi karena nilainya besar, misalnya,” ucap Saut.
Diketahui ancaman pidana mati pada kasus Asabri dianggap tidak efektif, pasalnya negara-negara di Eropa, seperti Skandinavia, yang tingkat korupsinya sangat rendah. Ternyata bukan karena adanya ancaman atau penerapan hukuman mati, namun disebabkan oleh praktik hukum yang bagus dan pembenahan sistem lebih baik.
Tuntutan hukuman mati dalam kasus mega korupsi PT Asabri ditentang banyak pakar hukum
Redaktur & Reporter : Adil
- Zarof Ricar Belum Menyerahkan Uang ke Majelis Kasasi Ronald Tannur, Tetapi 1 Hakim Pernah Ditemui
- Hakim Pertanyakan Kerugian Negara dalam Kasus PT Timah, Ada yang Tidak Dihitung?
- Golkar Dorong DPR Bentuk Panja untuk Memelototi Kasus Tom Lembong
- Rapat Bareng Jaksa Agung, Legislator Golkar Bertanya Kinerja PPA Kejagung
- Hinca Demokrat: Kami Mendengar, Kasus Tom Lembong Sarat Balas Dendam Politik
- Jaksa Tuntut Bebas Guru Supriyani, Polri Diminta Usut Penyidik Nakal