Kau Sombong, Kau Kubekot
Jumat, 12 Maret 2010 – 17:20 WIB
DI MASA BOCAH, saya menyebut boikot dengan bekot. Biasanya yang terkena adalah anak-anak yang sombong, misalnya tidak mau ikut gotongroyong membersihkan ruang kelas, dan halaman sekolah. Yang diboikot tak diikutkan main bola atau bermain alip cendong. Ia tak ditegur sapa sehingga merasa dunianya sangat sepi. Hasilnya efektif. Ia merengek-rengek minta maaf sehingga hidupnya kembali ceria. Memang Golput tahun 1970-an itu gagal. Dukungan rakyat tidak massif karena takut di bawah ancaman birokrasi dan militer. Namun sebagai gerakan moral, Arief berhasil. Terbukti setelah reformasi, anggota TNI kembali ke markas. Hak dwifungsinya sebagai kekuatan Hankam dan Sospol telah dicabut oleh sejarah.
Dalam konteks kehidupan modern, tindakan boikot bisa dilakukan konsumen terhadap sebuah produk yang prosesnya merusak lingkungan. Bisa juga terhadap peraturan pemerintah yang dianggap tidak adil. Memang lebih efektif ketimbang hanya melalui ngomong atau konferensi pers.
Baca Juga:
Golongan Putih yang dipelopori oleh Arief Budiman di era Orde Baru terhadap Pemilu yang dinilainya tidak adil adalah salah satu contoh. Maklum, kalangan birokrat dipimpin Mendagri Amir Mahmud terang-terangan memihak dan memenangkan Golkar. Belakangan, bahkan ada anggota DPR dari ABRI yang diangkat begitu saja meskipun tak dipilih dalam Pemilu.
Baca Juga: