Kawin Thinking

Oleh: Dahlan Iskan

Kawin Thinking
Dahlan Iskan. Foto/ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

Pelajaran pertama critical thinking dimulai di SD kelas 3. Bentuknya: memahami kalimat. Satu kalimat.

Di kelas berikutnya: memahami maksud di tulisan dua kalimat yang digabung. Di kelas 4 memahami makna yang tertulis dalam satu paragraf.

Di SMP dimulailah berpikir dengan pertanyaan "mengapa". Sedang di SMA sudah masuk ke berargumen dan adu argumen.

John tidak akan lupa seumur hidupnya saat pelajaran itu dia alami di akhir SMA. Bahkan, debat itu sampai mengubah jalan pikirannya. Sampai sekarang.

Waktu itu guru membagi kelas dalam dua kubu: apakah seharusnya terjadi perkawinan antar-ras. Atau tidak. John kala itu berada di kubu "bisa dilakukan".

Debat ditentukan akan dilakukan satu minggu kemudian. Selama seminggu John dan kubunya sibuk mencari bahan. Dia sampai menemukan buku "teori ras".

Awalnya, secara pribadi, John termasuk yang berpendapat tidak setuju perkawinan antar-ras. Sebagian teman satu kubunya berpendapat boleh kawin antar-ras tetapi jangan dilakukan.

Perubahan cara berpikir John bermula ketika menemukan buku teori tentang ras. Di situ ditulis bahwa di dunia ini ada lima ras induk.

Pelajaran critical thinking dimulai saat guru sudah waktunya bertanya: mengapa begitu. Juga mengapa seperti itu. 'Mengapa' adalah kuncinya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News