Kawin Thinking
Oleh: Dahlan Iskan
"Waktu Anda kuliah di KU berapa pemain yang kulit hitam?"
"Dua orang," ujar John. "Beberapa tahun kemudian yang berkulit hitam tiga orang," tambahnya.
Lalu muncul kebijakan yang berkulit hitam boleh empat orang. Yang satu berkulit putih sebagai pengatur permainan.
Waktu itu muncul pendapat kalau lima-limanya kulit hitam akan kacau. Perlu ada satu atau dua kulit putih sebagai perekat kerja sama tim.
Tak lama kemudian muncul tim yang semua pemainnya kulit hitam: dari Universitas North Texas. Juara. Sejak itu tidak ada lagi pikiran bahwa pemain berkulit hitam kurang cerdas dan kurang bisa kerja sama.
Di saat masih ada pikiran lama, di Amerika muncul yang disebut street basketball. Yakni anak-anak kulit hitam yang bermain basket di pinggir jalan, di taman, di tempat parkir. Di mana pun ada ruang.
Permainan street basketball tanpa strategi. Tanpa aturan. Tanpa pelatih. Lama-lama street basketball jadi juara.
Maka sudah tiba saatnya bikin burrito. Saya ambil lembaran tortilla, saya hampar di atas piring besar.(*)
Pelajaran critical thinking dimulai saat guru sudah waktunya bertanya: mengapa begitu. Juga mengapa seperti itu. 'Mengapa' adalah kuncinya.
Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi