Kaya Rp 2,5 Juta, Miskin Bisa Gratis
''Uang Transpor'' Nikah di Luar KUA Kembali Diperdebatkan
jpnn.com - PADANG - Setelah enam bulan mereda, polemik seputar gratifikasi di kantor urusan agama (KUA) kembali memanas. Pemberian uang transportasi kepada petugas KUA yang menikahkan calon mempelai di luar kantor KUA atau di luar jam kerja kembali dipersoalkan.
Kontroversi itu muncul lantaran tidak adanya regulasi yang mengatur biaya menikah. Selain itu, tidak ada larangan tegas mengenai pungutan biaya pencatatan nikah di luar jam kerja dan di luar kantor KUA. Revisi Peraturan Menteri Agama Nomor 11/2007 dinilai sebagai solusi untuk mengantisipasi gratifikasi di lingkup Kementerian Agama tersebut.
Menurut informasi yang diperoleh Padang Ekspres (JPNN Group), di sejumlah kantor KUA di Padang, Sumatera Barat (Sumbar), mempelai biasanya mengeluarkan Rp 100 ribu hingga Rp 2,5 juta untuk prosesi akad nikah di luar KUA. Pihak KUA menetapkan besaran biaya yang harus dibayar itu bergantung pada kesanggupan keluarga mempelai.
Inspektorat Kementerian Agama pernah merilis potensi korupsi dalam penyelenggaraan nikah di semua wilayah akhir tahun lalu. Nilai korupsi tersebut diperkirakan mencapai triliunan rupiah dalam setahun.
Dalam catatan inspektorat, ada 2,5 juta hajatan nikah setiap tahun. Jika setiap mempelai dipungut rata-rata Rp 500 ribu, totalnya Rp 1,2 triliun. Padahal, inspektorat memperkirakan bahwa pungutan biaya nikah jauh lebih besar. Sebab, ada penghulu yang memungut biaya nikah sampai Rp 3 juta.
"Bagi masyarakat, itu tidak masalah. Biaya nikah dirasa tinggi karena digabungkan dengan biaya adminstrasi lain," jelas Kepala Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) Sumbar Syahrul Wirda.
Biaya administrasi lain yang dimaksud adalah ongkos pengurusan blangko N1, N2, N3, N4, atau N6 di kantor wali nagari. Selain itu, uang transportasi yang dikeluarkan untuk transportasi mamak yang mengurus dianggap biaya nikah. Dana untuk saksi dan mahar kadang juga dianggap biaya nikah. Terakhir, uang jalan yang diberikan kepada penghulu bila mempelai menikah di luar kantor KUA.
Kecenderungan warga untuk menikah di luar kantor KUA, misalnya di rumah atau masjid, memang jauh lebih besar daripada menikah di kantor KUA. Nasarudin, kepala KUA Kuranji, menerangkan bahwa 90 persen mempelai meminta untuk menikah di rumah. Hanya 10 persen yang bersedia menikah di kantor KUA. "Jika yang menikah 100 pasangan, 90 di antaranya meminta di rumah," tuturnya.
PADANG - Setelah enam bulan mereda, polemik seputar gratifikasi di kantor urusan agama (KUA) kembali memanas. Pemberian uang transportasi kepada
- Pakar Minta PAM JAYA Perbanyak Reservoir Komunal
- Sambut Musim Tanam 2025, Pupuk Indonesia Pastikan Pupuk Bersubsidi Tersedia di Sultra
- Promo Akhir Tahun, KAI Daop 8 Surabaya Beri Diskon Tiket untuk 4 Perjalanan Kereta Jarak Jauh
- Pesan Irjen Hadi kepada Personel Polda NTB: Jauhi Perbuatan Tercela yang Dapat Menodai Institusi
- Kebakaran Melanda Tempat Penitipan Sepeda Motor di Kudus, Kerugian Ratusan Juta Rupiah
- Kasus Perselingkuhan Suami Disetop Polisi, Istri Pejabat OKU Selatan Minta Keadilan