Kaya Semarang
Oleh Dahlan Iskan
Dia janda. Sudah agak tua. Anak sulungnya yang satu rumah pun tidak boleh menengoknyi. Demikian juga tiga anak lainnya.
Ketika wanita tersebut meninggal si anak hanya bisa menyerahkan sepenuhnya jasad ibunya itu ke rumah sakit. Untuk dikuburkan oleh pihak rumah sakit. Tanpa kehadiran siapa pun.
Anak-anaknyi itu tentu menangis. Amat sedih. Bagaimana bisa ibunya sakit keras tanpa bisa menungguinyi. Dan ketika meninggal tidak bisa di sampingnyi. Bahkan ketika dimakamkan tidak bisa mengantar ke makamnyi.
Untungnyi sang ibu bisa dimakamkan di pemakaman Tionghoa di Ungaran. Anak-anaknyi yang memohon itu ke rumah sakit. Dengan mengganti seluruh biaya. Berapa pun.
Sang anak bukan tidak mencintai sang ibu. Tapi tidak boleh. Pasien yang meninggal karena Covid-19 punya prosedur pemakaman sendiri.
Namun sang anak juga takut tertular. Lalu harus masuk rumah sakit. Lebih-lebih mereka takut dengan sal kelas 3 itu.
Kalau sampai ia datang ke rumah sakit berarti ia harus mengaku: ia tinggal serumah dengan almarhum. Berarti ODP.
Ia membayangkan --yang sebenarnya salah-- begitu dinyatakan ODP harus masuk rumah sakit. Lalu tidak mendapat kamar yang bagus. Ia harus masuk kelas tiga seperti yang lainnya. Lalu meninggal dunia.