Ke Desa Entikong, Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Penuh

Lidah Ingin Minyak Goreng Lokal, tapi Hanya Lihat di TV

Ke Desa Entikong, Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Penuh
Ke Desa Entikong, Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Penuh

Itulah yang dirasakan Jawa Pos ketika mengikuti rombongan tim sosialisasi tahap pemilihan presiden (pilpres) oleh Depkominfo Kamis siang lalu (18/6).

Tiba sekitar pukul 11.00 WIB, Jawa Pos dan rombongan disambut Markus Sopyan, kepala desa Entikong. Kami lantas diajak berkeliling. Tampak deretan warung-warung kaki lima yang penataannya terkesan kumuh. Ketika lebih dekat mampir ke warung itu, beberapa produk makanan dan minuman didominasi produk Malaysia. ''Di sini produk-produk dari Malaysia kita sebut produk SDN BDH. Kami suka karena lebih murah, juga gampang mendapatkan,'' ujar pria paruh baya itu.

Raden Nurdin, ketua Persatuan Pemuda Perbatasan Entikong, yang ditemui Jawa Pos mengatakan bahwa warga di Entikong sangat bergantung kepada Malaysia. Dia menambahkan, sebagian besar kebutuhan pokok warga Entikong, terutama gula, makanan kaleng, dan kemasan, berasal dari negeri jiran itu. ''Karena itu, kami lebih suka damai saja dengan Malaysia,'' ujarnya.

Nurdin mengakui, tinggal di perbatasan sering menemui kesulitan alias susah. Hal itu terjadi karena minimnya infrastruktur dan fasilitas umum yang dibangun pemerintah Indonesia. ''Kami bosan dengan janji pemerintah yang katanya akan memajukan daerah di perbatasan, tapi sampai sekarang omong kosong,'' kata pria 35 tahun itu. ''Padahal, setiap presiden sudah pernah ke sini,'' lanjutnya.

Hidup di daerah perbatasan sering lebih susah. Misalnya, warga yang tinggal di Desa Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang berbatasan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News