Ke Desa Entikong, Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Penuh
Lidah Ingin Minyak Goreng Lokal, tapi Hanya Lihat di TV
Minggu, 21 Juni 2009 – 06:33 WIB

Ke Desa Entikong, Daerah Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Penuh
Pemerintah memang menetapkan aturan khusus bagi warga perbatasan Malaysia. Mereka diperbolehkan bertransaksi dan membeli barang asal Malaysia tanpa bea cukai dengan syarat memiliki Kartu Pas Lintas Batas (PLB). Namun, tiap kepala keluarga hanya bisa membelanjakan maksimal 600 ringgit atau sekitar Rp 1,8 juta setiap bulan. Menurut Taufik, nilai itu sangat kecil karena tidak mungkin kebutuhan istri dan dua anaknya bisa dipenuhi dengan aturan itu. ''Uang 600 ringgit itu hanya bisa dapat sembako. Kalau anak kami butuh susu, kami menjadi repot,'' ujarnya.
Padahal, barang Indonesia sulit didapat. Untuk bisa mendapatkan makanan bermerek lokal, paling tidak warga harus menempuh perjalanan sekitar 50 kilometer ke ibu kota Kabupaten Sanggau. Jarak itu bisa ditempuh dengan perjalanan dua jam. ''Itu pun dengan harga cukup mahal jika dibandingkan dengan barang sama di Jawa. Misalnya, susu bisa naik 20 persen lah dari harga normal,'' terang Taufik.
Mantan TKI itu lantas membuka dompet dan menunjukkan kepada Jawa Pos. Di dalamnya ada tiga jenis mata uang. Yaitu, rupiah, ringgit, dan mata uang Brunei. Itu dilakukan untuk memudahkan jika sewaktu-waktu ada warga Malaysia yang melintas batas dan menjajakan kebutuhan pokok di bawah tangan. Pelintas perbatasan, baik dari Indonesia ke Malaysia maupun sebaliknya lewat Entikong, umumnya diperiksa cukup ketat. Misalnya di pos Tebedu. Namun, pemeriksaan yang ketat itu dimanfaatkan para calo Indonesia. Mereka memasang tarif rata-rata 50 ringgit atau sekitar Rp 150 ribu. ''Banyak calo yang kenal dekat dengan petugas. Jadi, mereka bisa melobi dan main mata agar WNI lolos pemeriksaan,'' ujar Munadi, seorang warga Pontianak, yang kerap melintas batas ke Kuching.
Setelah melewati pos Tebedu, pemandangan sangat indah langsung menyambut. Di sisi kanan jalan raya terdapat sebuah taman dengan fasilitas air mancur dan jaringan Wifi gratis.
Hidup di daerah perbatasan sering lebih susah. Misalnya, warga yang tinggal di Desa Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang berbatasan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu