Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (1)
Bisnis GPS Ambil Alih Tugas Joki Pemandu Tol
Minggu, 12 April 2009 – 06:15 WIB
Saya masih ingat ketika Tiongkok baru mulai memiliki jalan tol (Indonesia sebenarnya lebih dulu punya jalan tol di Jagorawi). Saya melihat waktu itu tiba-tiba saja ada wabah baru: bepergian ke kota lain dengan mobil sendiri. Tentu ada problem baru: banyak sekali mobil yang kesasar. Maklum belum mengenal jalur-jalur di kota lain itu. Banyaknya kasus salah jalan itu ternyata bukan saja membuat penjualan buku peta meledak, tapi juga mampu menciptakan lapangan kerja baru: profesi penunjuk jalan. Saya selalu melihat di setiap mulut jalan tol berjajar orang-orang yang menawarkan jasa sebagai penunjuk jalan. Mereka memegang tulisan berbahasa Mandarin ''pemandu jalan''. Seperti joki di Jakarta, tapi dengan tugas yang benar-benar fungsional.
Banyaknya penjual jasa di mulut-mulut jalan tol itu rupanya dilihat sebagai peluang baru oleh pihak lain. Terutama oleh perusahaan komunikasi dan penerbit peta. Dua pihak itu berkolaborasi menciptakan GPS. Harganya Rp 700.000 hingga Rp 5.000.000, bergantung mutunya.
Merasakan begitu jauhnya perjalanan ini, saya bayangkan betapa terpencilnya Desa Xiao Gang sebelum jaringan jalan tol dibuat. Juga betapa sulitnya mencapai desa itu. Pasti jalannya sempit, padat, dan berbelok-belok. Banyak sekali gunung, sungai, dan danau. Dengan jalan tol, semua itu diterabas. Gunung ditembus, sungai besar seperti Yang Tze (Chang Jiang), danau sebesar Dai Hu dilompati. Tentu kami juga lapar. Karena itu, sekali waktu kami keluar jalan tol masuk ke kota Nanjing untuk makan siang. Ketika kami berbelok ke arah kota, tiba-tiba ada suara melengking: Anda salah jalan. Rupanya itu suara GPS. Kami memang lupa men-set-up kalau di tengah jalan harus mampir untuk makan.
Saya benar-benar membayangkan betapa terpencilnya desa itu. Saya juga membayangkan bagaimana para petani di desa yang begitu terpelosok berani berinisiatif untuk melakukan perubahan yang kemudian diakui sangat menentukan arah negara. Mereka bukan saja berani, tapi juga sangat bijaksana: tidak demo, tidak mengamuk, tidak ngambek, tapi juga tidak menyerah. Mereka melakukan sesuatu yang amat mendasar: da bao gan! (bersambung)
Setelah 30 tahun berlalu, Xiao Gang, desa tempat lahir reformasi pedesaan yang mengubah sejarah Tiongkok, termasuk belasan petani penggagasnya, masih
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408