Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (2)
Mati Bersekongkol Lebih Baik daripada Mati Lapar
Senin, 13 April 2009 – 06:45 WIB

Ke Xiao Gang, Desa Pelopor Kemakmuran Petani Tiongkok (2)
Anhui memang terkenal miskin. Sering kekeringan di daerah pegunungannya dan kebanjiran di dataran rendahnya. Pelosok Desa Xiao Gang adalah salah satu yang termiskin dari yang miskin itu. Kalaupun yang 18 orang itu kemudian berani membuat persekongkolan rahasia yang membahayakan nyawa mereka, itu adalah jalan yang sudah amat terpaksa. Daripada mati kelaparan. ''Sekarang tentu sulit membayangkan bagaimana rasanya kelaparan. Ketika itu seperti tidak ada gambaran untuk hidup. Sama-sama akhirnya harus mati, mencari cara lain untuk mati masih lebih baik,'' ujar Yan Hongchang, tokoh di desa itu.
Karena itu, Yan, yang juga sudah menyuruh anaknya mengemis di daerah lain, setiap malam mendatangi tetangganya. Kegiatan itu harus dilakukan malam hari untuk menghindari intaian mata-mata penguasa. Sebagai orang yang pendidikannya terbaik di desa itu (dia tamatan SMP), Yan sudah bisa menganalisis mengapa semua orang terancam mati kelaparan. (Data di kemudian hari menunjukkan di Kecamatan Fengyang saja yang terancam mati kelaparan mencapai 90.000 orang. Xiao Gang adalah salah satu desa di Kecamatan Fengyang).
Menurut analisis Yan, kelaparan masal itu bersumber dari kebijaksanaan pemerintah pusat mengenai sistem pertanian komunis (pertanian komunal). Yakni, sejak menjelang 1960-an ketika semua tanah harus dimiliki negara. Sejak itu petani harus menyerahkan semua tanahnya ke negara. Batas-batas tanah pun dihilangkan. Mereka memang tetap bekerja di sawah, namun sistem kerjanya komunal. Sebidang tanah dikerjakan bersama yang hasilnya harus sepenuhnya diserahkan kepada negara. Negaralah yang kemudian memberikan jatah makanan kepada rakyatnya. Jatah makanan ini tidak cukup. Petani, seperti di Xiao Gang itu, sudah menderita luar biasa hampir 20 tahun.
Meski begitu, harapan untuk membaik tidak pernah datang. Kian tahun hasil pertanian masih kian merosot. Orang-orang kaya mulai menjual perabot yang bisa mereka jual. Lama-lama perabot pun habis dan mereka jatuh miskin. Yang miskin hanya bisa menjual anak mereka. Tapi, setiap anak hanya bisa dijual sekali. Padahal, makan harus dilakukan setiap hari.
Kemiskinan yang berkarat mendorong 18 petani di Desa Xiao Gang berani melawan sistem pertanian komunis. Perlawanannya sangat cerdik lewat istilah
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu