Keadilan dalam Kepastian Hukum dan Kepastian Hukum dalam Keadilan
*Oleh : Yusril Ihza Mahendra
Apa yang saya katakan di atas dulu sering dilanggar oleh Kejaksaan Agung, lebih-lebih oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji. Jaksa Agung Basrief sekarang ini tegas, sudah tidak mau mengajukan PK karena menyadari hal tersebut adalah salah dan bertentangan dengan UU.
Persoalan PK boleh lebih sekali kini banyak diperdebatkan dari sudut pandang keadilan dan kepastian hukum. Keadilan dan kepastian hukum adalah dua hal yang sejak lama diperdebatkan dalam filsafat hukum. Dalam filsafat hukum di dunia Barat, keadilan dan kepastian hukum sering dianggap dua hal yang bertentangan. “Hukum adil tapi tidak punya kepastian; hukum pasti tapi tidak mengandung keadilan”. Memang merepotkan.
Di MK, saya mengutip pandangan ahli filsafat hukum Islam, Imam Asy-Syatibi yang berpendapat bahwa landasan dan tujuan syariah atau hukum adalah keadilan. Bukan hukum namanya kalau tidak adil. Sementara norma dan putusan hukum juga wajib bersifat qat'i atau mengandung kepastian.
Maka, tugas dari ahli filsafat hukum adalah mempertemukan keadilan dan kepastian hukum itu sehingga dalam keadilan ada kepastian hukum, dan di dalam kepastian hukum ada keadilan.
Itulah inti argumentasi dalam Keterangan Ahli saya di hadapan MK ketika Antasari mengajukan uji ketentuan PK hanya sekali dalam pasa 268 KUHAP. Dalam kasus Antasari, saya katakan bahwa kepastian hukum sudah ada. Putusan Antasari sudah inkracht di tingkat kasasi.
Bahkan PK yang diajukan Antasari juga sudah ditolak oleh MA. Tak seorangpun yang mengingkari fakta bahwa Antasari kini seorang narapidana yang sedang menjalani hukuman penjara 18 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tangerang. Tak ada yang mengingkari fakta tersebut, termasuk Antasari sendiri. Artinya telah ada kepastian hukum bagi Antasari.
Namun jika saya bertanya sudahkah Antasari mendapatkan keadilan dengan kasus yang didakwakan padanya dan hukuman yang telah diterimanya? Saya berpendapat keadilan itu belum didapatkannya. Antasari masih meronta-ronta menuntut keadilan. Banyak orang sependapat dengan Antasari
Di MK, saya bertanya kepada Majelis Hakim MK dengan mengutip argumen MK dalam putusan mereka sendiri. Putusan MK itu terkait dengan putusan yang batal demi hukum sebagaimana diatur di dalam pasa 197 KUHAP yang dimohon oleh Parlin Riduansyah. MK menolak permohonan Parlin dengan mengemukakan Teori Keadilan Substansial dan Keadilan Prosedural.
SAYA ingin meluruskan berbagai kesalahapahaman atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Peninjauan Kembali (PK) lebih sekali yang dimohon oleh
- Brengkes Ikan, Cara Perempuan Menyangga Kebudayaan
- Negara Federal Solusi: Kucing Lebih Diterima Istana Ketimbang Orang Kawasan Timur
- Kementerian Baru dan Masa Depan Kebudayaan
- Negara Jangan Hanya Mencintai Sumber Daya Alam Kawasan Timur Indonesia
- Ketahanan Pangan Bermula dari Rumah
- Gerakan Mahasiswa: Instrumen Mewujudkan Indonesia Emas 2045