Keberpihakan Kadis DPMK Sarmi di Pilkada Bisa Berujung Pidana, BKN Didesak Bertindak

Keberpihakan Kadis DPMK Sarmi di Pilkada Bisa Berujung Pidana, BKN Didesak Bertindak
Ilustrasi Pilkada serentak 2024. (ANTARA/HO/24).

Namun, Agus menilai bahwa sanksi yang hanya berupa tindakan pemecatan tidak homat dari BKN tidak cukup untuk menanggulangi pelanggaran berat tersebut.

"Kalau saja ini didalami lebih lanjut oleh penyidik, saya rasa Kepala Dinas itu bisa kena delik pidana dan dipenjara," tegas Agus.

Agus menegaskan, meskipun Bawaslu tidak maksimal dalam pengusutan kasus dugaan pungli dana kampung ini, pihaknya akan terus mendorong kasus ini ke kejaksaan dan kepolisian.

Sementara itu, analis politik dan pemilu dari Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, menilai bahwa banyaknya kasus ASN bermain politik praktis di berbagai daerah mencerminkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap ASN dalam setiap proses demokrasi.

"Demokrasi yang sehat membutuhkan pemerintahan yang transparan dan netral. Kalau benar seorang kepala dinas terlibat dalam politik praktis, hal ini menciptakan ketidakadilan dan berpotensi manipulasi yang merusak kualitas pilkada," ujar Karyono.

Karyono menambahkan bahwa ASN terikat dalam aturan yang ketat bahwa harus sepenuhnya netral dan tidak boleh memihak kepada pasangan calon dalam Pilkada atau membuat kebijakan yang dapat menguntungkan paslon tertentu.

Jika terbukti ada penyalahgunaan dana desa atau dana kampung untuk kepentingan politik, pelaku bisa dikenakan sanksi pidana sesuai dengan hukum yang berlaku, seperti tindak pidana korupsi atau penyalahgunaan wewenang.

Menurut Karyono, moralitas seorang pejabat publik seharusnya mencerminkan integritas yang tinggi.

Pelanggaran atas netralitas ASN serta dugaan pemotongan dana kampung, jelas melanggar berbagai aspek hukum, moral, etika, dan prinsip demokrasi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News