Kebijakan Energi Nasional Perlu Direvisi
Kamis, 29 Oktober 2009 – 20:41 WIB
JAKARTA – Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.5 tahun 2006 diminta untuk ditinjau ulang. Pasalnya, kebijakan ini dinilai tidak pro rakyat. Hal tersebut disampaikan oleh Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pusat dalam rilisnya yang diterima JPNN, Kamis (29/10). Dijelaskannya, biomasa di dalam negeri saat ini sangat melimpah, seperti limbah tebu yang berupa daun dan pucuk batang tebu, sekam padi, kotoran ternak dan limbah hasil proses pertanian lainnya. Semuanya menyimpan potensi energi yang cukup besar untuk dikembangkan dibandingkan memakai tekhnologi nuklir. "Contohnya limbah padi yang tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi, kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, itu menyimpan potensi listrik setara 150 juta giga joule (GJ) per tahunnya," jelasnya.
"Kami sudah menyampaikan aspirasi ke Dewan Energi Nasional (DEN), agar kebijakan tersebut direvisi," kata Ir H Winarno Thohir, Ketua Umum KTNA.
Menurutnya, kebijakan energi nasional saat ini memasukkan opsi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dinilai berbahaya dan cenderung merugikan lingkungan. Terutama petani dan nelayan dalam radius yang sangat luas akan menjadi korban bila terjadi kecelakaan. Disisi lain, Perpres ini juga kurang mengakomodasi kepentingan masyarakat. Rakyat kecil hanya dijadikan obyek. "Mestinya solusi untuk mengatasi krisis listrik dengan memaksimalkan potensi energi alternatif seperti biomasa yang tersedia melimpah di masyarakat," tambahnya.
Baca Juga:
JAKARTA – Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.5 tahun 2006 diminta untuk ditinjau ulang. Pasalnya,
BERITA TERKAIT
- Kunjungi Kaltim, Delegasi Selangor Jalin Kolaborasi Regional untuk Pencegahan Dengue
- 7.657 Penumpang Diprediksi Masuk Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang di Puncak Nataru
- Bencana Longsor di Temanggung Tewaskan Satu Warga
- Pengakuan Eks Direksi RBT, Niat Pengin Bantu BUMN PT Timah, Malah Dipidana
- Ahli Hukum Sebut Gugatan Tanah di Daan Mogot Cacat Formal
- Arjuna Sinaga Dituntut Hukuman Mati, Kasusnya Berat