Kecurangan Pemilu Seharusnya Disalurkan ke MK Ketimbang Hak Angket DPR
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. menilai wacana pengguliran hak interpelasi dan hak angket oleh DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024 absurd.
Penjelasan dalam Pasal 79 ayat (3) UU RI No. 17/2014 tentang MD3 dengan jelas menyatakan bahwa hak angket dimaksudkan untuk mengawasi lembaga eksekutif, yang mencakup presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian.
"Namun, dalam konteks permasalahan pemilu, penggunaan hak angket tersebut adalah absurd serta tentunya inkonstitusional, tidak dikenal dalam bangunan hukum pemilu kita," ucap seperti dikutip, Jumat (23/2).
Menurutnya, jika hak angket digunakan sebagai alat untuk mengurai permasalahan pemilu, maka pada hakikatnya itu telah masuk pada ranah sengketa pemilu, yang tentunya merupakan yurisdiksi pengadilan, yang mana penyelesaiannya merupakan kompetensi absolut MK, bukan DPR.
Selain itu, Fahri mengingatkan bahwa pembentuk UUD telah meletakan mekanisme 'checks and balances' dalam konteks relasi kelembagaan serta kewenagan atributif yang dimiliki oleh entitas lembaga negara, dalam penyelenggaraan negara, termasuk DPR, Presiden, MK maupun KPU dalam rangka penyelenggaraan pemilu.
"Jadi, bangunan konstitusionalnya dapat kita cermati dalam kaidah Pasal 20A yaitu dalam melaksanakan fungsinya, DPR diperlengkapi dengan alat yang dinamakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat, tetapi dalam konteks pengawasan terhadap lembaga eksekutif dalam menjalankan pemerintahan negara, bukan dimaksudkan untuk menilai atau membahas terkait proses atau hasil pemilu dengan segala implikasinya," jelas Fahri.
Di sisi lain, konstruksi norma Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 tentang Pemilihan Umum telah mengatur bahwa "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri" sehingga jika DPR mencoba membuat kebijakan ekstensifikasi kewengannya termasuk menggunakan alat angket untuk menilai serta menyelidiki proses serta produk pemilu tentu merupakan jalan yang keliru.
"Jauh dari prinsip konstitusi, yang telah secara tegas meletakan diferensiasi kewengan konstitusional pada masing-masing lembaga negara," ucap Fahri.
Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H. angkat bicara soal hak angket DPR soal pemilu
- DPR Membuat Gebrakan, Semua Berdiri dengan Sikap Sempurna
- Kasus Judol di Komdigi, Anggota DPR Ini Singgung PP Buat Blokir Otomatis
- Antisipasi Gesekan, Lokasi Debat Pilkada Pekalongan Dipindah KPU ke Semarang
- Area Khusus untuk Jemaah Haji dan Umrah di Bandara Soetta Dinilai Penting
- FPMI Lakukan Uji Materi UU MD3, Usulkan Masa Jabatan Legislator 2 Periode Saja
- Tom Lembong Diyakini Sudah Meminta Izin Jokowi terkait Kebijakan Impor Gula