Kehidupan Warga Palestina di Jalur Gaza Pascaperang

Belanja Roti Gandum Harus Jalan Empat Kilometer

Kehidupan Warga Palestina di Jalur Gaza Pascaperang
Foto : Kardono Setyo/JAWA POS
Dia kemudian menunjukkan satu bungkus besar roti ish. Roti gandum yang menjadi makanan pokok orang Arab itu dibeli seharga 15 sheqilam (baca: sekel, mata uang Israel yang berlaku di Gaza). Padahal, sebelumnya hanya 7 sekel (satu sekel setara dengan sekitar Rp 3 ribu).

Ketika di rumah, keluarga Ahmad hanya bisa bercengkerama dalam gelap. Satu-satunya penerangan di rumah yang sepertiganya rusak itu adalah dua cahaya lilin. ''Mereka (Israel) membuat hidup semakin sulit. Jangan salahkan kalau kami terus melawan,'' katanya.

Ahmad pantas marah karena salah satu anaknya, Naseem, 15, ikut tewas terkena bom di dekat rumahnya pada 8 Januari lalu. Hingga kini dia belum menerima bantuan apa pun dari pihak luar. ''Kami hanya mendapat bantuan seadanya dari Islamic Centre (sebuah organisasi sosial milik Hamas di Jalur Gaza, Red),'' tuturnya. Karena Hamas memang tak punya uang banyak, bantuan yang diterimanya hanya USD 1.000 atau sekitar Rp 11 juta.

Ahmad tak sendiri. Boleh dikatakan 1,5 juta jiwa penduduk Gaza memang menderita. Sejak diembargo habis-habisan oleh Israel (dan secara tak langsung oleh Mesir dengan menutup perbatasan Rafah) pada 2006 lalu, penduduk di Jalur Gaza memang betul-betul hidup dalam kekurangan. Lebih-lebih setelah serangan 22 hari Israel pada Januari lalu.

Kehidupan tidak pernah mudah bagi warga Jalur Gaza. Perang selama sekitar tiga pekan dengan Israel semakin memperberat hidup. Hancurnya infrastruktur

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News