Kehidupan Warga Palestina di Jalur Gaza Pascaperang

Belanja Roti Gandum Harus Jalan Empat Kilometer

Kehidupan Warga Palestina di Jalur Gaza Pascaperang
Foto : Kardono Setyo/JAWA POS
Yang menjadi masalah adalah elpiji. Berbeda halnya dengan kelangkaan elpiji di Indonesia (yang lebih karena salah urus), kelangkaan gas di Jalur Gaza memang karena betul-betul barangnya tidak ada. Kalaupun ada, harganya pun di luar kewajaran. Satu tabung elpiji kosong dijual USD 150 (lebih dari Rp 1,65 juta). Sedangkan harga elpiji ukuran 12,5 kg mencapai 60 sekel (sekitar Rp 180 ribu).

Demikian pula pulsa ponsel sangat mahal di Palestina. Satu-satunya operator ponsel di Palestina, Jawwal, tarifnya pun tinggi. Untuk lokal, biayanya 1 sekel per menit. Harga kebutuhan harian pun melonjak.

Beban itu semakin bertambah berat bagi para mudammar (orang yang rumahnya hancur terkena bom). Abdullah Muhamad, misalnya. Rumahnya di Beit Hanoun hancur lebur diterjang buldozer Israel saat meratakan jalan bagi tank-tank Merkava untuk melintas. ''Padahal, rumah itu hasil menabung 13 tahun saat saya merantau di Arab Saudi,'' ucap pria 52 tahun yang juga salah satu anaknya tewas ditembak tentara Israel tersebut.

Celakanya, rumah tersebut tak bisa segera direnovasi. Sebab, hampir mustahil mendapatkan bahan material bangunan. Mesir dan Israel hanya membatasi bantuan bahan makanan dan obat-obatan dulu yang bisa masuk.

Kehidupan tidak pernah mudah bagi warga Jalur Gaza. Perang selama sekitar tiga pekan dengan Israel semakin memperberat hidup. Hancurnya infrastruktur

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News