Kehilangan Penglihatan, Mimi Mariani Lusli Tetap Gigih di Dunia Pendidikan
Ujian Pakai Mesin Tik, Jadi Sumber Sontekan
Senin, 03 Oktober 2011 – 08:08 WIB

Mimi Mariani.
Pertama, dia meminta temannya membacakan buku. Kedua, dia membuat jawabannya melalui huruf braille. Terakhir, dia meminta temannya menerjemahkan jawabannya ke huruf latin.
Keseriusannya bersekolah membuat Mimi memperoleh beasiswa dari British Council untuk studi Master of International Communication di Leeds University, Inggris. Setelah itu, dia sempat tercatat sebagai satu-satunya dosen tunanetra di Universitas Atmajaya, Jakarta. "Sekarang sudah bukan dosen tetap, lebih banyak jadi dosen tamu," urainya.
Karirnya di dunia pendidikan tidak berhenti di situ. Berawal dari keprihatinannya terhadap tunanetra atau anak berkebutuhan khusus (ABK) yang tidak bisa berbuat apa-apa, Mimi pun berinisiatif mendirikan sebuah tempat konseling. Dia menamai tempat itu Mimi Institute yang diberi tagline: Mainstreaming Disability for Better Life.
Lembaga yang didirikan pada Desember 2009 tersebut bertujuan membiasakan isu kecacatan ke lingkungan. Manfaatnya, agar lingkungan lebih ramah terhadap ABK. Dengan demikian, mereka tidak perlu lagi disembunyikan oleh keluarga. "Kalau bicara perempuan, pasti ada yang cacat. Bicara anak, pasti ada yang cacat," jelasnya.
Meski kehilangan indra penglihatan pada usia 10 tahun, Mimi Mariani tidak mau diperlakukan khusus. Ingin membuka jurusan disability di perguruan
BERITA TERKAIT
- Semana Santa: Syahdu dan Sakral Prosesi Laut Menghantar Tuan Meninu
- Inilah Rangkaian Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Semarak Prosesi Paskah Semana Santa di Kota Reinha Rosari, Larantuka
- Sang Puspa Dunia Hiburan, Diusir saat Demam Malaria, Senantiasa Dekat Penguasa Istana
- Musala Al-Kautsar di Tepi Musi, Destinasi Wisata Religi Warisan Keturunan Wali
- Saat Hati Bhayangkara Sentuh Kalbu Yatim Piatu di Indragiri Hulu