Kehilangan Penglihatan, Mimi Mariani Lusli Tetap Gigih di Dunia Pendidikan

Ujian Pakai Mesin Tik, Jadi Sumber Sontekan

Kehilangan Penglihatan, Mimi Mariani Lusli Tetap Gigih di Dunia Pendidikan
Mimi Mariani.
 

Pemberdayaan orang cacat yang difokuskan di Kompleks Taman Harapan Indah, Jakarta Barat, itu dilakukan dengan tiga cara. Yakni, konsultasi, pelatihan, dan publikasi. Di tempat belajar yang diwarnai ornamen khas anak kecil itu, Mimi dan timnya berusaha membesarkan ABK dan orang tuanya.

 

Orang tua dibesarkan hatinya supaya tidak lagi malu memiliki anak cacat. Juga, diajari cara untuk lebih bersabar dalam mendidik ABK, termasuk agar tidak terlalu memanjakannya. Sebab, sang anak justru akan semakin sulit diajari sesuatu. "Sedikit-sedikit sudah merengek. Kami jadi sulit mengajari," ungkapnya.

 

Apalagi, orang tua yang datang ke Mimi Institute didominasi mereka yang mengaku sudah lelah mengurus ABK. Hal itu menyayat hati Mimi karena ABK masih dinilai sebagai anak yang merepotkan. Susahnya, orang tua juga tidak memiliki komitmen untuk mendidik anaknya. "Di sini tega, tapi sampai rumah tidak tega," ujarnya.

 

Anak pasangan Kuswandi Lusli dan Yuliawati itu sebenarnya ingin orang tua bisa berkomitmen. Sebab, proses perubahan ABK ke arah yang lebih baik membutuhkan waktu cukup lama. Pelatihan intensif bisa memakan waktu minimal tiga bulan, enam bulan, hingga tiga tahun.

Meski kehilangan indra penglihatan pada usia 10 tahun, Mimi Mariani tidak mau diperlakukan khusus. Ingin membuka jurusan disability di perguruan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News