Kehilangan Penglihatan, Mimi Mariani Lusli Tetap Gigih di Dunia Pendidikan
Ujian Pakai Mesin Tik, Jadi Sumber Sontekan
Senin, 03 Oktober 2011 – 08:08 WIB
Pemberdayaan orang cacat yang difokuskan di Kompleks Taman Harapan Indah, Jakarta Barat, itu dilakukan dengan tiga cara. Yakni, konsultasi, pelatihan, dan publikasi. Di tempat belajar yang diwarnai ornamen khas anak kecil itu, Mimi dan timnya berusaha membesarkan ABK dan orang tuanya.
Orang tua dibesarkan hatinya supaya tidak lagi malu memiliki anak cacat. Juga, diajari cara untuk lebih bersabar dalam mendidik ABK, termasuk agar tidak terlalu memanjakannya. Sebab, sang anak justru akan semakin sulit diajari sesuatu. "Sedikit-sedikit sudah merengek. Kami jadi sulit mengajari," ungkapnya.
Apalagi, orang tua yang datang ke Mimi Institute didominasi mereka yang mengaku sudah lelah mengurus ABK. Hal itu menyayat hati Mimi karena ABK masih dinilai sebagai anak yang merepotkan. Susahnya, orang tua juga tidak memiliki komitmen untuk mendidik anaknya. "Di sini tega, tapi sampai rumah tidak tega," ujarnya.
Anak pasangan Kuswandi Lusli dan Yuliawati itu sebenarnya ingin orang tua bisa berkomitmen. Sebab, proses perubahan ABK ke arah yang lebih baik membutuhkan waktu cukup lama. Pelatihan intensif bisa memakan waktu minimal tiga bulan, enam bulan, hingga tiga tahun.
Meski kehilangan indra penglihatan pada usia 10 tahun, Mimi Mariani tidak mau diperlakukan khusus. Ingin membuka jurusan disability di perguruan
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408