Kejar Target 2028 Bebas PCBs, KLHK dan UNIDO Bersiap Proyek Pengelolaan Fase 2

Kejar Target 2028 Bebas PCBs, KLHK dan UNIDO Bersiap Proyek Pengelolaan Fase 2
Inception Workshop Persiapan Kerja Sama Teknis Proyek Pengelolaan PCBs fase ke-2 di Jakarta, Senin (20/5/2024). Foto: dok sumber

Kegiatan ini, lanjut Vivien selain dihadiri puluhan perusahaan, turut diundang beberapa NGO lingkungan, unsur pemerintah, kalangan kampus serta utusan lembaga-lembaga internasional.

Di tempat yang sama, UNIDO Representative for Indonesia and Timor-Leste, Marco Kamiya mengungkapkan dana hibah dari Global Enviromental Fund (GEF) untuk program ini mencapai US 6 juta dollar pada fase pertama. "Kami optimis 2028 Indonesia bebas PCBs," ujarnya dalam bahasa inggris saat ditanya wartawan.

Dalam kesempatan itu juga Perusahaan pengolah limbah B3 PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI) yang diberi mandat KLHK mengoperasikan fasilitas pengolahan limbah PCBs di Indonesia memaparkan kesiapan fasilitas dan teknologinya.

"Kami sudah siap menerima PCBs dari industri-industri yang ada di Indonesia. Seluruh CSO (Customer Services Officer) kami yang ada di sejumlah daerah siap menerima limbah trafo tersebut untuk kemudian di kirim ke Bogor (pusat pengolahan limbah PPLI)," ujar Direktur Technical and SHEQ PPLI, Elpido di acara yang sama.

Perusahaan yang sahamnya dimiliki perusahaan asal Jepang, DOWA Ecosystem Co Ltd dan pemerintah Indonesia tersebut, sejak tahun 2023 telah melakukan ujicoba fasilitas pengolahan PCBs. Fasilitas pengolahan limbah trafo itu sendiri merupakan hibah dari GEF dengan dukungan teknis dari badan dunia PBB, UNIDO.

Dalam laman resmi KLHK dijelaskan PCBs sendiri adalah senyawa yang sangat berbahaya dan beracun yang saat ini masih terdapat pada trafo dan kapasitor listrik, terutama pada minyak dielektrik (oli) yang terkandung di dalam kedua peralatan tersebut.

PCBs telah terbukti menyebabkan berbagai jenis kanker (karsinogenik), kerusakan syaraf, gangguan sistem pencernaan, memicu kemandulan dan ketidakseimbangan hormon. Dalam dosis yang tinggi, PCBs dapat menyebakan kematian dan keracunan massal sebagaimana yang terjadi di Jepang pada tahun 1968.

PCBs mampu mencemari tanah, air dan udara mulai dari puluhan tahun hingga waktu yang tidak diketahui karena tidak dapat hancur secara alami. PCBs juga mencemari rantai makanan karena bersifat bioakumulatif dan biomagnifikasi.

Vivien berharap kegiatan ini mampu menggalang dukungan industri dalam upaya implementasi program nasional Indonesia bebas PCBs, 2028.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News