Kejati Jatim: Tak Ada Ampun untuk Pelaku Pencabulan Anak!
jpnn.com - SURABAYA - Kasus pencabulan yang dilakukan geng anak SD-SMP di Kalibokor Kencana, Surabaya, Jawa Timur, mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan. Aparat hukum juga sepakat bahwa para pelaku harus dihukum berat. Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Efran Basuning mengatakan, hukuman berat itu dimaksudkan untuk memberikan efek jera terhadap pelakunya.
"Sekarang kasus-kasus pencabulan makin parah," kata Efran.
Menurutnya, pencabulan yang dilakukan anak-anak tetap harus diproses secara pidana. Alasannya, kasus pencabulan, pemerkosaan, dan sejenisnya termasuk kejahatan luar biasa. Karena itu, kejahatan semacam itu tidak bisa didiversi.
Selain itu, kasus tersebut menjadi atensi masyarakat. Efran mengatakan, untuk kejahatan seksual yang dilakukan anak-anak, hukuman maksimalnya separo dari ancaman hukuman untuk pelaku dewasa.
"Tidak berlaku diversi. Cuma, hukumannya tidak sama. Yang jelas (hukuman) harus maksimal," jelasnya.
Senada dengan Efran, Kepala Kejati (Kajati) Jatim Maruli mendukung hukuman maksimal untuk pelaku kejahatan seksual. "Saya mewajibkan semua jaksa untuk menuntut berat pelaku pencabulan. Apalagi korbannya perempuan," tegasnya.
Perintah itu sudah disebarkan kepada seluruh jaksa di bawah jajaran Kejati Jatim. Dia juga berpandangan sama dengan Efran bahwa diversi tidak berlaku untuk pelaku kejahatan seksual yang masih anak-anak. Menurut dia, hukumannya maksimal separo dari ancaman pidana untuk pelaku dewasa.
Dia mencontohkan, jika ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, tuntutannya bisa sampai 14 tahun penjara. Begitu pula, jika pelakunya anak-anak, tuntutannya bisa sampai tujuh tahun penjara.
Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan Nonot Suryono, pembina Surabaya Children Crisis Centre (SCCC). Dia mengatakan, kasus pencabulan terhadap anak memang memicu keprihatinan.
Namun, tidak semua pelaku dapat dipidana. Berdasar UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), sanksi ditentukan berdasar perbedaan umur anak. Yang berumur di bawah 12 tahun hanya bisa dikenai hukuman seperti dikembalikan kepada orang tua, ditempatkan pada organisasi sosial, atau diserahkan kepada negara. Sanksi pidana hanya bisa diberikan kepada anak yang telah berumur di atas 12 tahun sampai kurang dari 18 tahun.
“Inti SPPA itu adalah restorative justice system atau menciptakan keadilan dan keseimbangan bagi pelaku korban,” ujar Nonot. (eko/may/c6/oni/flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Libur Natal 2024, Konsumsi Pertamax Naik 21,7 Persen di Sumbagsel
- Pastikan Keselamatan Penumpang, Kapolres Banyuasin Lakukan Monitoring di Pelabuhan
- Kasus Kecelakaan di Tol Pandaan-Malang, Polisi Tetapkan Sopir Truk jadi Tersangka
- Gunung Ibu Kembali Erupsi, Semburkan Abu Vulkanik Setinggi 1.500 Meter
- Guru Honorer Tewas Ditembak OTK di Ilaga
- Pj Gubernur Jateng Berbagi Kasih di Hari Natal dengan Puluhan Lansia Panti Wreda