Kejayaan Lan Fang, Republik Pertama di Indonesia, yang 'Berlanjut' di Singapura

Nenek Lee Kuan Yew Orang Hakka dari Pontianak

Kejayaan Lan Fang, Republik Pertama di Indonesia, yang 'Berlanjut' di Singapura
Tjong Yu Fei, penjaga klenteng Lo Fang Pak, di Sungai Purun Besar, Kecamatan Sungai Pinyuh, Pontianak tampak membersihkan sisa-sia hio yang terbakar. Klenteng ini merupakan sisa peninggalan dari era kejayaan Lo Fang Pak, pemimpin Republik Lan Fang di Kalimantan Barat. Foto : Hendra Eka/Jawa Pos
"Sampai sekarang, semuanya tersebar sampai kemana-mana," terangnya. Bagaimana dengan peninggalan budaya" Soedarto mengatakan ada. Namun, dia tidak sepakat kalau itu kebudayaan yang dibuat khusus oleh Lo Fang Pak dan pemimpin Lan Fang lainnya. Sebab, mereka hanya "menularkan" kebiasaan itu ke Kalbar.

Seperti halnya konsep tea house atau rumah minum teh. Warga keturunan dulu pasti punya tempat khusus untuk minum teh. Entah di rumah mereka atau di sekitar perkampungannya. Meski sekarang tea house mungkin sudah tak ada, bentuk lain dari kebudayaan itu masih bisa ditemui.

"Budaya warung kopi itu sebenarnya berasal dari orang-orang Tionghoa. Mereka biasanya minum bersama banyak orang sambil membicarakan banyak hal," tandasnya. Efek lainnya ada pada orang-orang Tionghoa saat ini, versi Soedarto, mereka masih disebut peranakan karena tetap konsisten dengan budayanya.

Padahal, warga Tionghoa asli Kalbar saat ini bisa dipastikan sudah melakukan akulturasi, terutama dengan orang Dayak. Itu bisa dipastikan karena saat datang ke Kalbar pada 1770an mereka datang sebagai bujangan. Kolonial dan Kesultanan tidak memperbolehkan mereka membawa istri.

Kalaupun mereka kemudian mencoba mempertahankan kemurnian dengan menikah sesama Tionghoa, tetap saja nenek mereka adalah orang Dayak. Karena itu, Soedarto agak kurang sreg menyebut warga Tionghoa di Kalbar yang mencapai 12 persen sebagai "peranakan." "Banyak yang sudah campuran, apalagi generasi sekarang juga makin membuka diri," tuturnya.

Budayawan lain, Xaverius Fuad Asali, juga menyebut kalau peninggalan budaya Lo Fang Pak sama dengan kebudayaan Tiongkok sendiri. Itulah kenapa, dia menyebut tak ada budaya dengan ciri khas khusus yang dibawa Lo Fang Pak.

Dia lantas menjelaskan ciri khas orang Hakka yang menginjakkan kaki di Kalbar. Semuanya datang seorang diri alias bujangan, tanpa membawa istri. Mereka tidak mempermasalahkan hal itu karena orang-orang Hakka dikenal rajin dan hemat. "Kalau buyut saya masuk tahun 1850an," ingatnya.

Kedatangan orang-orang Hakka semacam Lo Fang Pak dan teman-temannya relatif tidak menimbulkan gesekan sosial. Sebab, orang Hakka dikenal mampu membawa diri, ibarat pepatah dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Di samping itu, sebagai pendatang, mereka juga punya keterampilan.

Mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew termasuk keturunan Lan Fang. Sayang, restorasi jejak kebesaran republik pertama di Nusantara tersebut

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News