Kekebalan Panji Gumilang & Kedok Intelijen
Oleh Dhimam Abror Djuraid
Tidak jelas konteks pembicaraan itu karena videonya tidak utuh. Dari potongan itu bisa diketahui bahwa dia bercerita mengenai kemajuan Tiongkok di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, lalu menjelaskan negeri komunis itu untuk menjadi superpower baru menggantikan Amerika Serikat.
Dalam video itu disebutkan kebijakan Deng yang pragmatis dengan mengutip pernyataan yang terkenal ‘doesn’t matter whether the cat is black or white as long as it cathes mouse’ (tidak peduli kucing putih atau hitam yang penting bisa menangkap tikus).
Dari pragmatisme politik itulah Panji Gumilang kemudian menyebut dirinya sebagai komunis. Artinya, dia lebih memilih jalan pragmatis seperti Deng untuk mencapai kesejahteraan rakyat.
Panji Gumilang mungkin memuji Soeharto yang memakai pendekatan pragmatis dan bisa membawa kemajuan ekonomi Indonesia sebelum jatuh oleh krisis moneter 1998.
Sebenarnya tidak ada yang baru dari kontroversi Panji Gumilang. Ia mengajarkan kesamaan agama-agama Ibrahimi atau bahkan semua agama.
Ajaran itu selama ini dikenal sebagai teosofi yang sudah ada di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam teori filsafat, paham kesamaan agama itu disebut sebagai filsafat perennial. Inti ajarannya ialah banyak jalan menuju satu Tuhan.
Ajaran ala Panji Gumilang sama saja dengan gerakan Islam liberal yang diperkenalkan oleh Ulil Abshar Abdalla pada 2001. Melalui melalui Jaringan Islam Liberal (JIL) yang berpusat di Utan Kayu, Jakarta, gerakan itu disokong penuh oleh Goenawan Mohamad.
JIL menjadi kontroversi besar sampai Ulil Abshar menjadi sasaran fatwa hukuman mati dan dihalalkan darahnya. Gerakan JIL yang ramai selama 10 tahun dan sekarang redup karena Ulil Abshar sudah insaf dan sekarang menekuni tasawuf dengan spesialisasi kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali.