Kelompok Penebar Kebencian Tumbuh Subur di Era Trump
jpnn.com, WASHINGTON - Tragedi di Charlottesville akhir pekan lalu hanyalah bagian kecil dari gelombang pasang hate group alias kelompok penebar kebencian di AS.
Mereka mendapat angin di era Donald Trump, presiden yang sejak masa kampanye sudah gencar mengobarkan semangat intoleransi.
Ironis, tentu saja. Negeri yang menepuk dada sebagai kampiun demokrasi, pendikte hak asasi manusia, malah memiliki begitu banyak hate group. Mengutip CNN, kenaikannya bahkan mencapai 17 persen sejak 2014.
Tapi, dalam sejarahnya, ironi itu memang sedemikian mengakar dalam sejarah AS. Dan, tak ada tempat yang lebih baik sebagai saksi selain Charlottesville.
Jefferson mengaku menentang perbudakan. Namun, saat menulis kalimat-kalimat indah di Deklarasi Kemerdekaan, dia masih memiliki lebih dari 600 budak yang menggarap perkebunannya.
”Charlottesville sejak dulu hingga sekarang memiliki sejarah rasial yang kompleks,” ujar Niya Bates, salah seorang penduduk Charlottesville.
Sebagian penduduk kota di Negara Bagian Virginia itu bahkan masih belum bisa menerima fakta bahwa Jefferson memiliki affair dengan salah seorang budak kulit hitamnya, Sally Heming, hingga beranak pinak.
Hasil tes DNA sekitar 19 tahun lalu yang menguatkan hal tersebut bahkan sempat membuat banyak penduduk Charlottesville bertengkar. Tentunya antara warga kulit putih dan kulit hitam.
Tragedi di Charlottesville akhir pekan lalu hanyalah bagian kecil dari gelombang pasang hate group alias kelompok penebar kebencian di AS.
- Pihak Berwenang AS Wawancara Orang Tua Remaja Tersangka Penembakan di Supermarket
- 5 Berita Terpopuler: Ada yang Ingin Moeldoko Tetap di Istana, TB Hasanuddin Keluarkan Imbauan, Permintaan Guru Honorer
- Bunuh Pria Kulit Hitam, Polisi Rasis Bebas setelah Bayar Jaminan Rp 7 Miliar
- Warga Papua Jangan Terpengaruh Isu Black Lives Matter
- Negara Afrika Ini Tidak Terima Warganya Ditembak Mati Polisi Amerika
- Meutya Hafid Menyayangkan Meluasnya Kerusuhan di AS