Kembali ke Tiga Bangunan Biru
Oleh Dahlan Iskan
Saya naik mobil kecil. Bisa lebih cepat: tiga jam. Jarak Pyongyang-Panmunjom sebenarnya hanya 200 km. Tapi jalannya kurang mulus. Tidak ada yang berlubang tapi juga sering ada gronjalan.
Sepanjang perjalanan saya tidak tidur. Mengamati pertanian. Persawahan. Perumahan.
Saya ingat masa kecil saya. Di desa Tegalarum. Di pelosok Magetan. Lebih 50 tahun lalu.
Cara bertaninya masih seperti itu.
Kelihatannya baru saja musim panen. Tinggal beberapa petak yang masih ada padinya. Ribuan tumpukan jerami masih dionggokkan di sawah yang kering. Diangkuti dengan cara dipanggul di pundak. Atau di punggung. Persis seperti yang saya lakukan dulu.
Jerami itu dibawa ke sebuah gerobak. Dinaikkan ke gerobak itu. Seekor sapi sudah siap menariknya.
Teman Korut saya menjawab semua pertanyaan saya. Di bidang pertanian ini. Sistemnya, programnya, produktivitasnya. Tapi saya masih akan mengecek lagi angka-angkanya.
Semakin mendekati Panmunjom terasa: banyak pos penjagaan. Tidak perlu turun dari mobil. Teman saya cukup mengajungkan tanda di tangannya — entah apa itu.