Kemenangan Besar Putin Ternoda Dugaan Intimidasi Pemilih
jpnn.com, MOSKOW - Vladimir Putin hampir dipastikan kembali memimpin Rusia. Hasil hitung cepat menempatkannya di posisi teratas sebagai pemenang pemilihan umum presiden yang berlangsung kemarin, Minggu (18/3). Sayang, kesuksesan besar itu ternoda berbagai dugaan kecurangan.
Tak tanggung-tanggung, dukungan untuk calon presiden incumbent itu diperkirakan mencapai 70 persen. Jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tujuh kandidat lainnya.
Putin memang bisa menang dengan mudah. Pemimpin oposisi yang paling layak menantangnya, Alexei Navalny, tidak diperbolehkan ikut dalam pilpres.
Oposisi sempat menyerukan aksi boikot. Namun, seruan tersebut, tampaknya, tak diikuti banyak orang.
Kandidat lain yang maju untuk melawan Putin tak terlalu memiliki massa pendukung. Jika polling itu benar, dia bisa dengan mudah menjadi penguasa Rusia untuk kali keempat.
Beredar kabar bahwa ada tekanan agar penduduk berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS). Tidak adanya Navalny memang meredupkan antusiasme untuk memberikan suara.
Para pendukung Putin bahkan enggan mendatangi TPS karena hasil pemilu seakan-akan sudah bisa dipastikan.
Putin mungkin saja menang mudah, tapi jika angka kehadiran penduduk rendah, itu bisa menjadi noda bagi kemenangannya. Sebab, artinya, hanya sedikit orang yang mendukung mantan mata-mata KGB tersebut.
Vladimir Putin hampir dipastikan kembali memimpin Rusia. Namun, kemenangan besarnya ternoda dugaan intimidasi dan pemaksaan terhadap pemilih
- Seusai Bertemu Putin, Kim Jong Un: Rusia Sahabat & Sekutu Paling Jujur
- Pertama Kali dalam 24 Tahun, Vladimir Putin Kunjungi Korea Utara
- Vladimir Putin: Rusia Akan Menghalalkan Segala Cara demi Kedaulatannya!
- Rusia Berduka, Putin Tetapkan 24 Maret Hari Berkabung Nasional
- Putin Menang Telak di Pilpres Rusia, Erdogan Menyambut Gembira
- Dunia Hari Ini: Putin Meraih Suara Hampir 90 Persen dalam Pemilu Rusia