Kementerian Baru dan Masa Depan Kebudayaan

Oleh Fathan Mubarak*

Kementerian Baru dan Masa Depan Kebudayaan
Kementerian Kebudayaan. Ilustrasi. Foto: source for JPNN

Foucault menyebut itu sebagai governmentality. Sayangnya kita tidak bisa misalnya menyeru “ar-ruju’ ila al-Qur'an wa as-Sunnah" sebagaimana sering terdengar dari kalangan Islam puritan.

Sebab apa yang disebut “sumber” dalam perbincangan sejarah-budaya Indonesia, terlampau cecer dan rombeng.

Baik dari penelitian Jared Diamond maupun riwayat merapi kita tahu ada banyak peradaban hancur karena faktor lingkungan.

Kerajaan Tambora, Sanggar, Pekat, semua musnah sebagaimana Kota Pompei di hadapan ledakan Vesuvius.

Di Dieng pada April 1955, Dukuh Legetang dalam satu malam berubah menjadi bukit karena tertimpa longsoran Gunung Pengamun-amun.

Begitu juga dengan 21 desa yang kini menjadi genangan lumpur Lapindo. Kita pun mengerti mengapa dulu Mpu Sindok melakukan eksodus besar-besaran ke arah timur dan Jawa bagian tengah menjelma menjadi kuburan imperium.

Kita memang tidak boleh menyerah pada pendapat yang menyebut Keraton Majapahit mengalami moksa.

Riwayat penemuan benda-benda purbakala turut membuktikannya. Pada 1814, seorang tentara Belanda bernama Thedorf Van Elf menemukan candi Arjuna di dalam genangan sebuah telaga.

Pemerintahan Prabowo - Gibran hasil pemilu 2024 menjadi yang pertama dalam sejarah Indonesia yang menjadikan kebudayaan sebagai kementerian tersendiri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News