Kemiskinan Jadi Motivasi Maestro Balet Li Cunxin Gapai Kesuksesan
“Jadi itulah motivasi saya untuk bekerja lebih keras,” sambungnya.
Saat di Beijing itulah, Li mendapat beasiswa untuk memperdalam balet di Amerika Serikat. Dari situ karirnya mulai berkembang pesat. Li tampil di berbagai kota dunia, hingga bertemu dengan istri keduanya, Mary MacKendry, balerina asal Australia, di London.
Li lantas hijrah ke Australia tahun 1995. Kemudian di tahun 2003, Li menerbitkan otobiografi yang ia beri judul “Mao’s Last Dancer” yang kemudian diproduksi menjadi sebuah film.
Setelah pensiun sebagai penari profesional di tahun 1999, Li semakin giat untuk mengajar dan berbagi ilmu dalam sejumlah pelatihan. Ia begitu menikmati aktivitas ini karena alasan yang kuat.
“Seperti yang saya bilang tadi, balet adalah sebuah berkah untuk saya. Karena balet, dengan keyakinan, dengan peluang, membuat saya merasakan pengalaman yang menakjubkan dan merasa bertanggung jawab untuk meneruskan pengetahuan ini ke generasi berikutnya,” ujar pria yang memutuskan pensiun sebagai pebalet profesional karena mendalami bidang keuangan ini.
Pekan lalu, Li mengunjungi Jakarta dalam rangka the 2nd Indonesian Ballet Gala. Ia mengirimkan dua pebalet utama dari Queensland Ballet untuk tampil dalam pertunjukan (23/9/2017) tersebut. Di samping itu, Li juga mengajar sejumlah balerina dalam sebuah masterclass yang digelar beberapa hari sebelumnya (19/9/2017).
Ia sendiri terakhir tampil di Indonesia sebagai pebalet pada tahun 1986. Kini, Li menyaksikan antusiasme yang jauh berubah.
- Universitas Australia Akan Jadi yang Pertama Gunakan AI di Asia Pasifik
- Dunia Hari Ini: Pesawat Azerbaijan Airlines yang Jatuh Kemungkinan Ditembak Rusia
- Rencana Indonesia Bangun Pembangkit Tenaga Nuklir Dikhawatirkan Memicu Bencana
- Dunia Hari Ini: Dua Negara Bagian di Australia Berlakukan Larangan Menyalakan Api
- Dunia Hari Ini: Harvey Moeis Divonis Enam Setengah Tahun Penjara
- Australia Membutuhkan Pekerja Lepasan yang Cukup Banyak Menjelang Akhir Tahun