Kenapa Nusantara?

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kenapa Nusantara?
Presiden Jokowi saat meninjau lokasi ibu kota negara atau IKN yang baru.Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN.com

Garis ini memisahkan wilayah geografi fauna Asia atau Paparan Sunda dengan Australasia. Wilayah Nusantara menurut Garis Wallace membentang sampai ke Australia dan Asia.

Karena itu pemakaian nama Nusantara menjadi ibu kota bisa menimbulkan kerancuan dan komplikasi sejarah. Pemakaian nama Nusantara berpotensi membingungkan, karena kurang mempertimbangkan referensi sejarah.

Bung Hatta tidak memakai nama itu karena dia punya sensitivitas tinggi terhadap kebinekaan. Bung Hatta yang berasal dari Sumatra, tidak ingin membuat kesan bahwa negara baru adalah negara yang ekspansionistis dan imperialistis yang Jawa-sentris.

Di era Orde Baru, Presiden Soeharto sangat berambisi melakukan jawanisasi dengan memaksakan budaya dan nama-nama Jawa menjadi nama tempat maupun gedung. Maka nama-nama seperti ‘’Graha Sabha Wiraloka’’ menjadi nama gedung di daerah-daerah seperti Papua, yang terdengar asing dan sulit diucapkan oleh lidah lokal.

Nama Nusantara memunculkan kesan jawanisasi yang menjadi paradoks bagi obsesi Jokowi yang ingin menghilangkan sentralisme Jawa. Dalam berbagai kesempatan nasional Jokowi tampil dengan pakaian adat berbagai daerah, untuk menunjukkan bahwa dia menghormati budaya lokal, bukan hanya budaya Jawa.

Namun, di bawah alam sadarnya Jokowi tetap orang Jawa yang secara tidak sadar menginginkan dominasi budaya Jawa atas budaya lain.

Muncul beberapa usul sebagai alternatif nama ibu kota baru. Fadli Zon mengusulkan ‘’Jokowi’’ sebagai nama ibu kota baru, seperti nama ibu kota Kazhakstan ‘’Nursultan’’ dari nama presidennya, Nursultan Nazarbayev.

Amerika Serikat juga punya ibu kota dengan nama Washington, presiden pertama Amerika Serikat.

Nusantara memunculkan kesan jawanisasi yang menjadi paradoks bagi obsesi Jokowi yang ingin menghilangkan sentralisme Jawa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News