Kepala BPOM: Hanya 7 Negara OKI Mampu Produksi Vaksin
jpnn.com, JAKARTA - Kondisi ekonomi, politik, dan keamanan yang tidak menentu di sebagian negara anggota OKI, seperti sebagian Timur Tengah dan Afrika kian mengkhawatirkan. Terbatasnya akses dan keterjangkauan obat dan vaksin di dunia, terutama di negara konflik dan berpendapatan rendah, menyebabkan angka kematian yang tinggi akibat penyakit. Apalagi penyakit menular masih menjadi masalah besar bagi sejumlah negara anggota OKI.
Data WHO menyebutkan, 30 persen populasi dunia kekurangan akses terhadap obat yang bersifat life-saving, termasuk vaksin. Kondisi ini juga terjadi di beberapa negara anggota OKI, yang antara lain disebabkan keterbatasan kapasitas produksi dari industri farmasi yang ada di negara tersebut.
Kepala Badan POM RI Penny K Lukito mengungkapkan hanya tujuh negara anggota OKI, yaitu Indonesia, Iran, Senegal, Uzbekistan, Bangladesh, Tunisia dan Mesir, yang memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin. Sebagian besar negara anggota OKI masih mengandalkan impor dari luar negara anggota OKI untuk memenuhi kebutuhan obat dan vaksin di negaranya.
Dalam hal produksi vaksin, Indonesia bersama Senegal cukup terdepan di antara negara anggota OKI lain. Kedua negara ini telah menerima status Pre-Qualification WHO (PQ-WHO) yaitu pemenuhan standar mutu, keamanan, dan penggunaan secara internasional untuk produksi vaksin.
Indonesia patut berbangga karena menjadi negara Islam yang industri vaksinnya telah memperoleh PQ-WHO dengan jumlah produk terbanyak sejak 1997.
“Dengan kapabilitasnya, Indonesia melalui PT Bio Farma ditunjuk sebagai Center of Excellence (CoE) bidang vaksin bagi negara anggota OKI,” ucap Penny dalam Pertemuan Kepala Otoritas Regulatori Obat negara anggota OKI yang diinisiasi Badan POM RI, di Jakarta, Rabu (21/11).
Indonesia juga telah menjadi anggota The Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PICs) bersama 49 negara lainnya, di mana hanya empat negara anggota OKI yang masuk dalam PICs yaitu Indonesia, Malaysia, Turki, dan Iran.
Masuknya Indonesia dalam PICs membuktikan kemampuan BPOM RI sebagai regulator dapat memastikan produksi obat yang dihasilkan Indonesia memenuhi standar sehingga diakui dunia dan bisa diekspor.
Selain Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), turut memberikan sambutan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Assistant Secretary General OIC, Muhammad Naeem Khan dan CEO of Saudi Arabia FDA, Prof Hisham S Al Jadhey PharmD MS PhD. (esy/jpnn)
Mayoritas negara anggota OKI mengandalkan impor dari luar negara anggota OKI untuk memenuhi kebutuhan obat dan vaksin.
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad
- Kata Pakar soal BPA pada Galon Polikarbonat, Mitos atau Fakta?
- Bernardi, Produk Inovatif untuk Memenuhi Kebutuhan Konsumen Modern
- Bea Cukai Bersama BPOM & Asperindo Gelar FGD Bahas Pengawasan Impor Obat dan Makanan
- Pakar: Bahaya BPA Merupakan Ancaman Kesehatan, Bukan Isu Persaingan Usaha
- Sosialisasi Aturan Baru, BPOM Kenalkan Program Jalur Cepat Simantap
- IPMG Dukung Kebijakan E-Labeling Guna Tingkatkan Capaian Kesehatan & Keberlanjutan Alam