Keputusan Meta Berhenti Bekerja Sama Dengan Tim Pengecek Fakta Dianggap Berisiko

Adi mengatakan pandemi COVID-19 di Indonesia menunjukkan pentingnya sebuah tim khusus untuk mengecek kebenaran berita.
"Kita dapat pelajaran bahwa ketika ada hal baru hoax itu justru bisa lebih banyak berkembang," katanya.
"Di saat kita ada kekosongan informasi."
Adi mengatakan Community Guidelines bukanlah solusi bagi pencegahan menyebarnya berita bohong di Meta.
"Maksud saya apakah itu kemudian yang memang benar? Karena kita tahu di algoritma itu bukan berita yang penting, tapi yang menarik buat publik," katanya.
"Jika mereka mendapatkan padangan dari pihak luar yang cukup independen, caranya terukur, integritasnya diketahui, pemeriksaan faktanya secara akuntabilitas, publik bisa melihat itu semua."
Dibutuhkan juga di negara lain
Tidak hanya di Indonesia.
Di negara seperti India, pasar terbesar Meta dengan lebih dari 500 juta pengguna, informasi yang tidak diperiksa juga menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan publik.
Keputusan Meta untuk memberhentikan kerja sama dengan pemeriksa fakta independen mengancam akurasi konten di media sosial negara Asia termasuk Indonesia
- Mark Zuckerberg Mengaku TikTok Sebagai Ancaman Serius Bagi Bisnis Meta
- Sulitnya Beli Rumah Bagi Anak Muda Jadi Salah Satu Topik di Pemilu Australia
- Rusia Menanggapi Klaim Upayanya Mengakses Pangkalan Militer di Indonesia
- Dunia Hari Ini: Siap Hadapi Perang, Warga Eropa Diminta Sisihkan Bekal untuk 72 Jam
- Rusia Mengincar Pangkalan Udara di Indonesia, Begini Reaksi Australia
- Dunia Hari Ini: Katy Perry Ikut Misi Luar Angkasa yang Semua Awaknya Perempuan